Olahraga paling dikenal di Indonesia tak lain bulutangkis atau badminton. Atlet-atlet Indonesia paling berjaya di cabang ini. Berbagai penghargaan pernah diraih dari ajang bergengsi, seperti All England, Kejuaraan Dunia, Olimpiade, dan Asian Games.
Pemain putra ternyata lebih sukses dari pemain putri. Nama Tan Joe Hok, Rudi Hartono, Liem Swie  King, dan Taufik Hidayat, misalnya, sudah termasuk dalam "Hall of Fame". Mereka berprestasi besar dalam tunggal putra.
Dalam ganda putra ada kuartet atau empat nama yang menjadi legenda dunia. Artinya ada dua pasangan yang sering menjadi juara dalam ajang internasional. Kedua pasangan itu adalah Christian Hadinata -- Ade  Chandra dan Tjuntjun -- Johan Wahyudi. Mereka berjaya di era 1970-an hingga 1980-an.
Tercatat Christian/Ade pernah menjadi juara All England pada 1972 dan 1973 serta juara dunia pada 1980. Sementara Tjuntjun/Johan menjadi juara All England pada 1974 dan 1975, lalu 1977 hingga 1980 serta juara dunia pada 1977.
Pasangan Christian/Ade dan Tjuntjun/Johan selalu menjadi 'musuh bebuyutan' hampir pada setiap kejuaraan. Siapa yang lebih siap, merekalah yang akan menjadi juara. Boleh dibilang kedua pasangan tidak terkalahkan oleh pasangan mana pun. Termasuk oleh pasangan Tiongkok yang terkenal ketika itu: Hou Chia Chang/Yu Yao Tung dan Tang Hsien Hu/Chen Tien Hsiang.
Ketika itu Indonesia masih bernaung di bawah IBF (International Badminton Federation), sementara di pihak lain dibuat badan tandingan BWF (Badminton World Federation). Tiongkok, negara kuat dalam bulutangkis, ketika itu belum menjadi anggota IBF. Pada 1981 IBF merger dengan BWF, lalu pada 2005 nama organisasi yang dipakai BWF.
Raja jaring dan airbone smash
Pasangan pertama Christian adalah Atik Jauhari. Lalu oleh sang pelatih Stanley Gouw, Christian dipasangkan dengan Ade Chandra. Sementara pasangan pertama Tjuntjun adalah Tatat. Karena Tatat cedera dalam pertandingan di dalam negeri, Tjuntjun dipasangkan dengan Johan Wahyudi. Pada masa inilah lahir 7 pemain legendaris, yakni Rudy Hartono, Liem Swie King, dan Iie Sumirat, untuk tunggal putra; Â Christian, Ade Chandra, Tjuntjun, dan Johan Wahyudi untuk ganda putra.
Ketujuh pemain ini selalu menjadi pahlawan bulutangkis, termasuk dalam Piala Thomas. Sayang karena ketentuan dalam Piala Thomas hanya boleh maksimum 6 pemain, maka ada satu pemain yang 'dikorbankan'. Kalau Liem Swie King bermain rangkap pada tunggal dan ganda putra, maka ia berpasangan dengan Christian. Akibatnya Ade Chandra 'dikorbankan'. Â Kalau Tjuntjun bermain rangkap tunggal dan ganda putra, maka ia berpasangan dengan Rudy Hartono. Akibatnya Johan Wahyudi 'dikorbankan'.
Pada 1970-an baru ada stasiun TVRI. Untungnya TVRI menyiarkan pertandingan All England dan Piala Thomas. Masih hitam putih lagi. Saya lihat betapa pasangan Christian/Ade kuat dalam bertahan dan menyerang. Sering kali Ade bermain di belakang, sementara Christian di depan. Kalau ada bola tanggung di depan jaring, Christianlah yang bertanggung jawab. Akibatnya Christian mendapat julukan "Raja jaring".