Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Kearifan Lokal, Dulu Erupsi Gunung Sindoro Tanpa Korban Jiwa

8 Desember 2021   12:46 Diperbarui: 8 Desember 2021   13:10 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku pengayaan untuk anak-anak SD terbitan Balar Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta (Sumber: tangkapan layar makalah Agni Mochtar)

Erupsi gunung berapi memang membuat musibah atau bencana buat masyarakat yang hidup sezaman. Namun erupsi Semeru---dan juga gunung-gunung lain seperti Merapi, Kelud, dan Sinabung---menjadi bahan pelajaran buat dunia arkeologi, yang memang meneliti masa lampau. Lagi pula, banyak artefak masih berada di dalam tanah. Jadi masih misteri.

Hari ini, Rabu, 8 Desember2021, Balai Arkeologi DIY meluncurkan Rumah Peradaban Situs Liyangan. Salah satunya buku pengayaan berjudul Gunung Meletus, Belajar dari Situs Layangan. Buku ini untuk bahan bacaan anak-anak Sekolah Dasar. Namun tentu saja boleh dibaca oleh kalangan lain.

Beberapa poster tentang situs Liyangan (Sumber: tangkapan layar Balar DIY)
Beberapa poster tentang situs Liyangan (Sumber: tangkapan layar Balar DIY)

Menurut Agni Mochtar dari Balai Arkeologi DIY, materi dalam buku disesuaikan dengan kemampuan atau daya pikir anak-anak seusia Sekolah Dasar. Buku terbagi dalam beberapa bab dan dibuat dengan teks berikut gambar menarik.

Pembuatan poster tentang Liyangan juga dilakukan anak-anak sekolah. Menurut Putri Taniardi, poster-poster mereka dipajang di Rumah Peradaban Situs Liyangan. Seorang guru SD, Pudji Astuti, yang diminta tanggapan mengatakan buku pengayaan sangat informatif dan edukatif.

Pada kesempatan itu diluncurkan pula film animasi kedua tentang Situs Layangan. Menurut Pudji Astuti, anak-anak sekolah lebih senang informasi yang bergerak daripada yang statis. "Apalagi ringan dan lucu," kata Pudji.

Lihat tulisan berikut [Memasyarakatkan Hasil Penelitian Arkeologi Lewat Film Animasi]

Kepala Galeri Fotografi Jurnalistik Antara, Ismar Patrizki, menyambut baik terbitnya buku pengayaan, poster, dan film animasi. Ia menganggap sudah bagus dari segi komposisi warna dan grafis. "Dulu arkeologi ibarat milik akademisi dan peneliti, sekarang bisa dilakukan oleh masyarakat," katanya.

Ika Permata Hati dari Komunitas Literasi menganggap buku pengayaan, poster, dan film animasi sudah memiliki kosa kata yang kaya. Bahasanya sederhana karena ibarat menikmati cerita, bukan belajar sejarah.

Jika tertarik, silakan kunjungi laman Balai Arkeologi DIY www.arkeologijawa atau berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id. Namun buku pengayaan masih dalam proses cetak.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun