Gunung yang paling dikenal dalam mitologi adalah Gunung Semeru. Mitologi kuno itu terdapat dalam kitab Tantu Panggelaran, yang ditulis dalam bahasa Jawa Pertengahan pada zaman Majapahit. Suntingan teks diterbitkan pada 1924 di Leiden oleh Dr. Th. Pigeaud.
Dikisahkan, dulu Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memaku Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke Pulau Jawa.
Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu di punggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.
Ketika dibawa, serpihan Gunung Meru tercecer di banyak tempat sehingga menciptakan jajaran pegunungan di Pulau Jawa. Di antara banyak gunung, yang paling dikenal ada dua, yakni Gunung Semeru dan Gunung Penanggungan atau Pawitra. Kedua gunung terdapat di Jawa Timur.
Semeru merupakan bagian utama Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Siwa. Brahma, Wisnu, dan Siwa merupakan tiga dewa utama dalam Hindu.
Dari ketiganya, Siwa paling banyak dipuja karena ia merupakan dewa perusak. Sebagai perusak alam semesta, ia ditakuti. Lain halnya Brahma, dewa pencipta dan Wisnu, dewa pemelihara.
Dewa Siwa murka
Mungkin, Sabtu, 4 Desember 2021 lalu, Dewa Siwa sedang murka. Ia memerintahkan Agni, sang dewa api, untuk mengeluarkan lahar panas. Ia memerintahkan pula Vayu, sang dewa angin, untuk membawa debu ke mana-mana.
Begitulah konsep pemikiran manusia masa lampau. Ketika terjadi gunung meletus, maka pertanyaannya 'siapa' yang menyebabkan bencana itu.
Lain halnya dengan manusia masa sekarang yang bertanya 'kenapa' gunung bisa meletus. Namun mitologi tentu saja harus dianggap sebagai pelajaran berharga untuk manusia masa kini.
Ini untuk kesekian kalinya Semeru meletus. Banyak korban jiwa dan harta benda, termasuk jembatan dan sarana lain yang rusak. Kita memang tidak dapat menghindari bencana alam yang datang sewaktu-waktu.
Gunung begitu dekat dengan masyarakat masa lalu. Karena tinggi, gunung dipandang tempat bersemayam para dewa. Maka kemudian, nama atau gelar yang berkenaan dengan gunung banyak dipakai masyarakat.
Penguasa gunung, yakni Dewa Siwa, memiliki salah satu istri bernama Parwati. Ia merupakan anak dari Parwata yang dipandang sebagai Raja Gunung. Dalam bahasa Sanskerta Parwati berarti 'mata air pegunungan'.
Dalam teks-teks Jawa Kuna istilah 'Parwata Natha' atau Raja Gunung banyak ditemui. Istilah lain adalah Giri Natha, Giri Pati, Girisa, Girindra, dan Parwata Raja. Raja Gunung juga melekat pada Sailendra (Saila = Gunung, dan Indra = Raja).
Selama ribuan tahun, masyarakat meyakini bahwa letusan gunung bukan sekadar peristiwa alam biasa. Berkah atau bencana yang ditimbulkan letusan gunung tergantung bagaimana manusia bernegosiasi dengan penguasa gunung.
Karena itu, hampir di semua gunung di Jawa, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, terdapat bangunan-bangunan suci yang digunakan sebagai sarana pemujaan.
Arca kuno
Gunung yang terbanyak memiliki tinggalan arkeologis adalah Pawitra atau Gunung Penanggungan. Lebih dari 100 tinggalan arkeologis terdapat mulai dari kaki sampai bagian tertinggi. Di Gunung Semeru, terdapat beberapa tinggalan arkeologis seperti prasasti dan arca.
Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa. Puncaknya bernama Mahameru, 3.676 meter dpl. Saat ini secara administratif Gunung Semeru berada di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang.
Semeru masih dipercaya sebagai gunung suci. Seperti halnya masyarakat Bali menganggap Gunung Agung dan masyarakat Tengger terhadap Gunung Bromo.
Diperkirakan masyarakat Jawa memuja gunung api sejak sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha dari India. Jejak bangunan megalitik dan punden berundak di sejumlah gunung di Jawa menguatkan dugaan, proses pemujaan gunung telah berlangsung di Jawa sejak zaman prasejarah.
Menurut Soepomo dalam Lord of The Mountains in the Fourteenth Century Kakawin (1972), dewa yang dipuja masyarakat Jawa Kuno bukanlah dewa-dewa India, melainkan roh nenek moyang yang telah didewakan dan menjadi penguasa gunung. Di Jawa penguasa gunung itu disebut Hyang Acalapati atau Parwataraja.
Selain meletus, Gunung Semeru pada saat-saat tertentu mengandung gas beracun. Peristiwa yang paling dikenal adalah musibah yang menimpa Soe Hok Gie, seorang tokoh aktivis UI pada 1969. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Lubis.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H