Orang-orang Tiongkok sudah sejak lama mengenal Nusantara. Seorang biksu atau pendeta, Fa-hsien, pada abad ke-4 pernah mampir ke Nusantara. Begitu pula I-ching dua abad kemudian. Malah I-ching belajar agama Buddha di Kerajaan Sriwijaya mulai 671.
Yang jelas, banyak narasi sejarah Nusantara, berasal dari sumber-sumber Tiongkok yang dikenal sebagai Kitab Sejarah Para Dinasti, atau singkatnya Berita Tiongkok. Sebagaimana Indonesia yang terdiri atas kerajaan/kesultanan, dulu belum ada negara Tiongkok. Yang berkuasa adalah para dinasti seperti Dinasti Tang, Dinasti Song, Â Dinanti Ming, dan terakhir Dinasti Qing atau Ching.
Sejak lama percampuran kebudayaan sudah terjadi di seluruh penjuru dunia. Termasuk di Indonesia yang memiliki etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa sudah lebih dari seribu tahun bermukim di Nusantara. Etnis ini juga ikut berperan dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Teng Lang
Temuan arkeologi yang menunjukkan hubungan dengan Tiongkok cukup banyak di Nusantara. Sebagian besar berupa keramik dan mata uang logam (koin) dari berbagai situs arkeologi. Entah mengapa, orang-orang Tionghoa di Indonesia menyebut dirinya Teng lang, yang berasal dari dialek Hokkian. Teng lang berarti 'orang dari Dinasti Tang'. Menurut catatan sejarah, Dinasti Tang berkuasa pada 618-907, yang selanjutnya digantikan Dinasti Song.
Dalam perjalanannya itu masyarakat Tionghoa telah membumi dan melebur menjadi penduduk asli Indonesia. Mereka telah melakukan kawin campur dengan penduduk asli Nusantara. Hingga sekarang tentu telah beranak pinak. Mereka ini disebut Peranakan Tionghoa.
Khusus di Tangerang dan sekitarnya, Peranakan Tionghoa diketahui sudah bermukim di sepanjang Sungai Cisadane sekitar 1407, Â saat Dinasti Ming berkuasa di Tiongkok. Â Saat ini mereka dikenal sebagai Cina Benteng.