Senin, 19 Juli 2021 seorang rekan saya, Bambang Eryudhawan, memposting foto di Facebook. "Pos polisi di Taman Suropati Menteng yang semula satu lantai diubah menjadi dua lantai. Keindahan? Pelestarian kawasan pemugaran? Menghalangi view ke Gedung Bappenas?Â
Kepantasan berada di Taman Suropati? Pertimbangan urban design? Ada izin dari Tim Sidang Pemugaran?" begitu tulisnya. Sontak saja banyak komentar muncul di status beliau.
Menyikapi unggahan beliau beberapa media ikut menulis dengan meminta pendapat narasumber lain.
Yang saya tahu memang Menteng, lokasi Taman Suropati itu, sejak lama ditetapkan menjadi kawasan cagar budaya. Karena dilindungi, maka pembangunan di kawasan Menteng harus melalui kajian dan izin dari pihak berwenang.Â
Dalam hal ini Tim Sidang Pemugaran (TSP) yang memang difasilitasi oleh Pemprov DKI Jakarta.
Khusus bangunan cagar budaya malah harus mendapat rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta. Selain itu ada Undang-Undang Cagar Budaya 2010 yang melindungi kawasan tersebut.
Satu lantai
Taman Suropati sudah dikenal sejak lama. Sebelum pandemi, banyak aktivitas berlangsung di sini. Terutama pada akhir pekan dan hari libur. Di dekatnya ada beberapa gedung bersejarah, seperti gereja, masjid, Gedung Bappenas, dan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Sebenarnya kata Yudha, panggilan akrab Bambang Eryudhawan, meskipun tidak indah, pos polisi lama memiliki satu lantai dan mungil sehingga tidak mengganggu secara visual.Â
Pos tersebut rusak tertimpa pohon tumbang. "Fungsi pos polisi di taman ok saja, namun dimensi dan penampilannya koq jadi gitu sih," kata Yudha.
Sebagaimana www.news.detik.com, bagian atas bangunan baru bisa digunakan oleh masyarakat sebagai musholla.
Komentar lain muncul dari kalangan arsitek dan pemerhati sejarah. "Sebaiknya Pak Polisi dapat pembekalan dan pengetahuan dasar estetika serta bagaimana membangunan di kawasan pemugaran supaya tidak terjadi polusi visual. Lebih baik lagi didampingi oleh ahlinya," kata Pak Satrio SH.
Menurut Yudha lagi, jika dirancang dengan baik, bisa menjadi nilai tambah, khususnya untuk titik-titik yang memerlukan keindahan.
Sembarangan
Pos polisi di banyak tempat terkesan dibuat sembarangan. Di Bandung, kata Pak Achmad, banyak sekali pos polisi dibangun di pojok jalan, yang malah membahayakan pengendara dan mengganggu pejalan kaki. Juga merusak pemandangan secara visual.
Ditambahkan oleh Pak Dwi, di Pejaten depan Pejaten Village ada pos polisi permanen dari batu bata. Namun polisi malah mendirikan tenda di seberang. Akibatnya pos polisi kosong nggak kepake.
Keberadaan TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) juga dipertanyakan sejumlah 'komentator' FB. Bahkan Pak Danang menulis guyonan, "Ambyar kotanya. Bahagia yang dapat proyeknya".
Semoga ini menjadi kasus terakhir. Ke depannya tidak ada kasus-kasus lain. Malah pos polisi harus dibuat dengan nuansa khusus, misalnya bertema lokal atau tradisional, sehingga memperindah ornamen kota dan pemandangan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H