Saya sering ketemu beliau ketika beliau menjadi anggota Tim Sidang Pemugaran dan Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta. Biasanya beliau rapat setiap Selasa di kantor Balai Konservasi Cagar Budaya, yang sekarang berubah nama menjadi Pusat Konservasi Cagar Budaya DKI Jakarta.
Dalam berbagai kesempatan itu beliau banyak berbicara tentang arkeologi. Pokoknya segala aspek beliau kemukakan. Beliau bahkan menjuluki saya sebagai 'arkeolog dengan takdir sial'.Â
"Harusnya elo dapat apresiasi dari pemerintah karena sudah membumikan arkeologi dan museum sejak 1980-an. Elo kan melakukan itu bukan karena gaji, pensiun, proyek, atau tugas dari pemerintah. Elo membuat blog arkeologi, bahkan membuat kuis buku dengan dana pribadi," kata beliau. Satu nama lagi yang beliau sebut adalah Berthold Sinaulan, yang juga membumikan arkeologi sejak 1980-an.
Beda dengan gue, katanya masih dengan bahasa santai. Gue kan digaji dan dapat pensiun dari pemerintah, yah harus loyal kepada pemerintah.
Sejak pandemi kami tidak pernah berjumpa lagi. Sampai mendengar berita kepergian beliau siang tadi. RIP Pak Otti, jejakmu masih tersisa di dunia arkeologi karena prestasi luar biasamu. Kiranya beliau pantas mendapat sebutan "Bapak Metodologi Arkeologi Indonesia".***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H