Pastinya berjenis-jenis penyakit sudah ada sejak zaman manusia purba mulai menghuni bumi. Namun zaman dulu masyarakat menganggap keadaan sakit adalah kejadian yang dikehendaki oleh dewa-dewa penguasa dengan maksud tertentu atau balasan dari roh-roh jahat. Penyakit dapat juga timbul akibat fisik. Â
Pada perkembangan berikutnya, konsep tentang penyakit mulai agak berubah. Manusia mulai menyadari bahwa penyakit disebabkan oleh alam. Dalam hal ini manusia dianggap tidak dapat beradaptasi dengan baik.
Jauh sebelum ini berbagai penyakit pada manusia purba yang berusia ribuan tahun ke atas diteliti lewat sisa-sisa fosil yang sampai kepada kita. Antara lain fosil gigi dan fosil tulang. Pakar yang mendalami penyakit pada manusia purba disebut paleopatholog.
Menurut republika.co.id, 5 April 2015, sejumlah ilmuwan Italia telah menemukan sampel DNA tertua dari yang pernah ditemukan sebelumnya. Sampel DNA tersebut diambil dari kerangka berusia 187 ribu tahun yang disebut 'manusia Altamura' di Neanderthal, Italia.
Ketika itu terungkap 'manusia Altamura' menderita berbagai penyakit yang diyakini sebagai penyebab kematian mereka. Para ilmuwan menemukan bukti bahwa manusia purba tersebut terinfeksi penyakit TBC, batuk, dan flu.
Sebenarnya masih banyak hasil penelitian tentang paleopathologi. Penyakit pada manusia purba di Nusantara pernah dibahas oleh alm. Prof. Teuku Jacob. Saya pernah membaca di majalah kedokteran UGM. Â
Pada zaman yang jauh lebih muda, di Nusantara pengetahuan tentang obat-obatan seingat penulis sudah ada sebelum masuknya pengaruh India. Konon, ada seorang pemimpin yang didampingi seorang pendeta  untuk upacara-upacara dan  seorang dukun untuk soal magis dan obat-obatan. Yang menarik, ada sejumlah data arkeologi berupa relief, didukung prasasti dan naskah kuno menunjukkan adanya profesi di bidang kesehatan.
Pengobatan pada masa Jawa kuno banyak terdapat pada relief Karmawibhangga di Candi Borobudur. Sebagai gambaran, Â panil 18 memperlihatkan seorang laki-laki mendapat perawatan dari beberapa perempuan. Ada yang memijat kepalanya, ada pula yang memegang tangan dan kakinya. Orang-orang di sekitarnya tampak bersedih. Selanjutnya panil 19 menunjukkan adegan beberapa orang sedang memberikan pertolongan pada seorang laki-laki yang sedang sakit. Ada yang memijat kepalanya, menggosok perut serta dadanya, juga ada seseorang yang membawa obat. Di sampingnya terdapat adegan suasana bersyukur atas kesembuhan seseorang.
Demikianlah beberapa relief di Borobudur sebagaimana ditulis dalam www.konservasiborobudur.org.
Sementara itu data prasasti tidak langsung menyebut tentang masalah kesehatan, melainkan hanya nama-nama profesi yang dapat dihubungkan dengan kesehatan. Prasasti tersebut adalah prasasti Balawi, Sidoteka, Bendosari, Â Biluluk, dan Madhawapura. Dalam Prasasti Balawi (1305 M) terbaca jelas istilah-istilah tuha nambi (tukang obat), Â kdi (dukun perempuan), dan walyan (tabib). Beberapa istilah lain belum teridentifikasi.
Prasasti Sidoteka atau Jayanegara II (1323 M) menyebut tuha nambi (tukang obat) dan wli tamba (orang yang mengobati penyakit). Prasasti Bendosari atau Manah i Manuk (1360 M) dan prasasti Jayasong (?) Â menyebut adanya janggan (tabib desa).
Dalam Prasasti Biluluk yang berasal dari masa pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350 M -- 1389 M) dan Wikramawardhana (1389 M -- 1429 M), dikatakan, "...selanjutnya segala penjaga tanah perdikan yang menjalankan usaha pekerjaan, semuanya masing-masing satu, mereka itu dibebaskan dari segala macam  beban bea dan cukai, yaitu (yang berkaitan dengan)  padadah (pemijatan),  pawiwaha (perkawinan)...".
Prasasti Madhawapura tidak berangka tahun, tetapi dari gaya bahasanya dapat diketahui dari masa kerajaan Majapahit. Dalam salah satu bagian ditulis, "...pembuat pakaian (abhasana) tiga dasar (ukuran), angawari (pembuat kuali), acaraki (penjual jamu)...".
Data naskah kuno lebih jelas menyebut tentang profesi kesehatan, berbagai jenis penyakit, dan obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit. Naskah kesusastraan periode Jawa Timur pada abad  ke-14 dan ke-15 teridentifikasi banyak menunjukkan kegiatan di bidang kesehatan. Sumber tertulis itu adalah kitab Agama,  Sarasamuccaya, Rajapatigundala, Korawacrama, dan Pararaton.Â
Kitab Agama disebut juga kitab Kutaramanawa. Kitab ini berasal dari masa pemerintahan Rajasanegara. Dikatakan, "Barang siapa mengamuk lalu memerang atau menusuk, sehingga yang diperang atau ditusuk itu menderita luka, supaya membayar biaya pengobatan (patiba jampi) kepada yang menderita..." (Perundang-undangan Majapahit, pasal 235, hal. 32).
Pasal lain yang mengungkap jenis penyakit adalah pasal 193. Disebutkan, "Jika suami menderita penyakit gila, sakit merana, sakit ayan, sakit kuming (impoten), banci, dan akhirnya isteri itu tidak suka kepadanya...".
Kitab Sarasamuccaya adalah salah satu kitab hukum pada masa Majapahit. Di dalam kitab ini terdapat keterangan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, misalnya, "...sedangkan orang yang sakit, walyan (tabib), mamimami (pembuat obat-obatan)...". Pada bagian lain disebutkan, ...bhrunaha (menggugurkan kandungan), Â pisakit (orang yang menyebabkan orang lain sakit atau menderita, misalnya dengan melakukan guna-guna). Juga ada perkataan, "...obat yang berempah-rempah, minyak, gulika, akar, dipergunakan mengobati sakitnya badan, lenyap karenanya, kekuatan ilmu melebihi kekuatan badan, kesaktian tubuh...".
Kitab Pararaton berbentuk prosa dan digubah pada akhir abad ke-15. Kutipan dari bagian tersebut adalah: "... Ketika itu raja Jayanegara sedang gering (sakit) tidak keluar dari istana karena di badannya tumbuh bisul (bubuhen)..."
Adanya berbagai penyakit kemudian mendorong sejumlah pakar medis ketika itu menulis buku-buku tentang pengobatan. Kitab usadha banyak ditemukan di sejumlah daerah, terutama Jawa dan Bali. Husada yang sering dihubungkan dengan dunia kesehatan berawal dari kata usadha.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI