Sementara itu data prasasti tidak langsung menyebut tentang masalah kesehatan, melainkan hanya nama-nama profesi yang dapat dihubungkan dengan kesehatan. Prasasti tersebut adalah prasasti Balawi, Sidoteka, Bendosari, Â Biluluk, dan Madhawapura. Dalam Prasasti Balawi (1305 M) terbaca jelas istilah-istilah tuha nambi (tukang obat), Â kdi (dukun perempuan), dan walyan (tabib). Beberapa istilah lain belum teridentifikasi.
Prasasti Sidoteka atau Jayanegara II (1323 M) menyebut tuha nambi (tukang obat) dan wli tamba (orang yang mengobati penyakit). Prasasti Bendosari atau Manah i Manuk (1360 M) dan prasasti Jayasong (?) Â menyebut adanya janggan (tabib desa).
Dalam Prasasti Biluluk yang berasal dari masa pemerintahan raja Hayam Wuruk (1350 M -- 1389 M) dan Wikramawardhana (1389 M -- 1429 M), dikatakan, "...selanjutnya segala penjaga tanah perdikan yang menjalankan usaha pekerjaan, semuanya masing-masing satu, mereka itu dibebaskan dari segala macam  beban bea dan cukai, yaitu (yang berkaitan dengan)  padadah (pemijatan),  pawiwaha (perkawinan)...".
Prasasti Madhawapura tidak berangka tahun, tetapi dari gaya bahasanya dapat diketahui dari masa kerajaan Majapahit. Dalam salah satu bagian ditulis, "...pembuat pakaian (abhasana) tiga dasar (ukuran), angawari (pembuat kuali), acaraki (penjual jamu)...".
Data naskah kuno lebih jelas menyebut tentang profesi kesehatan, berbagai jenis penyakit, dan obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit. Naskah kesusastraan periode Jawa Timur pada abad  ke-14 dan ke-15 teridentifikasi banyak menunjukkan kegiatan di bidang kesehatan. Sumber tertulis itu adalah kitab Agama,  Sarasamuccaya, Rajapatigundala, Korawacrama, dan Pararaton.Â
Kitab Agama disebut juga kitab Kutaramanawa. Kitab ini berasal dari masa pemerintahan Rajasanegara. Dikatakan, "Barang siapa mengamuk lalu memerang atau menusuk, sehingga yang diperang atau ditusuk itu menderita luka, supaya membayar biaya pengobatan (patiba jampi) kepada yang menderita..." (Perundang-undangan Majapahit, pasal 235, hal. 32).
Pasal lain yang mengungkap jenis penyakit adalah pasal 193. Disebutkan, "Jika suami menderita penyakit gila, sakit merana, sakit ayan, sakit kuming (impoten), banci, dan akhirnya isteri itu tidak suka kepadanya...".
Kitab Sarasamuccaya adalah salah satu kitab hukum pada masa Majapahit. Di dalam kitab ini terdapat keterangan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, misalnya, "...sedangkan orang yang sakit, walyan (tabib), mamimami (pembuat obat-obatan)...". Pada bagian lain disebutkan, ...bhrunaha (menggugurkan kandungan), Â pisakit (orang yang menyebabkan orang lain sakit atau menderita, misalnya dengan melakukan guna-guna). Juga ada perkataan, "...obat yang berempah-rempah, minyak, gulika, akar, dipergunakan mengobati sakitnya badan, lenyap karenanya, kekuatan ilmu melebihi kekuatan badan, kesaktian tubuh...".
Kitab Pararaton berbentuk prosa dan digubah pada akhir abad ke-15. Kutipan dari bagian tersebut adalah: "... Ketika itu raja Jayanegara sedang gering (sakit) tidak keluar dari istana karena di badannya tumbuh bisul (bubuhen)..."
Adanya berbagai penyakit kemudian mendorong sejumlah pakar medis ketika itu menulis buku-buku tentang pengobatan. Kitab usadha banyak ditemukan di sejumlah daerah, terutama Jawa dan Bali. Husada yang sering dihubungkan dengan dunia kesehatan berawal dari kata usadha.***