Sumatera pantas memiliki museum seperti itu, yang tentunya bisa diperluas berupa berbagai bencana alam. Menurut catatan-catatan sejarah, Aceh dan Nias sering dijuluki oleh pendatang asing sebagai "Negeri Bencana". Ini karena berbagai bencana seperti gempa dan banjir, sering melanda kedua daerah itu setiap tahun. Kehadiran museum seperti itu tentu sangat penting, mengingat berbagai bencana alam sering mengancam negara kita. Gunung meletus, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, dan gelombang laut sering mengganas di berbagai daerah. Cara-cara penanggulangannya, misalnya untuk menyelamatkan diri itulah yang perlu diketahui masyarakat luas.
Indonesia jelas merupakan negara yang rawan bencana alam, terutama letusan gunung berapi. Tentu orang masih ingat letusan Gunung Tambora (1815) dan Gunung Krakatau (1883), dampaknya mencapai beribu-ribu kilometer dari lokasi letusannya. Gempa bumi di Aceh yang disertai tsunami Desember 2004 masuk dalam "10 besar" gempa bumi terdahsyat di dunia.
Puluhan gunung berapi kini masih dalam kondisi aktif, seperti Merapi, Kelud, Sinabung, Soputan, Krakatau, dan Gamalama. Bermacam-macam bencana alam, cepat atau lambat pasti akan datang lagi. Karena itu kehadiran Museum Bencana Alam amat diperlukan. Ini dalam rangka meminimalisasi dampak-dampak yang bakal ditimbulkannya. Diharapkan dengan belajar lewat museum masyarakat akan menjadi "melek bencana" sehingga akan lebih mengerti cara mengantisipasinya.
Museum Bencana Alam idealnya dibangun di banyak tempat, terutama di wilayah yang pernah mendapat musibah hebat. Kalau di NAD ada Museum Bencana Alam dengan kekhususan tsunami, di tempat lain ada kekhususan gempa bumi, angin topan, banjir bandang, gunung berapi, dsb. Tempat-tempat yang cocok antara lain daerah yang pernah dilanda bencana hebat atau daerah-daerah yang minim objek pariwisatanya. Tentu harus ada kajian terlebih dulu dengan melibatkan pakar geologi untuk memetakan wilayah bencana.
Betapapun dan apapun upaya pemerintah, sudah jelas kehadiran Museum Bencana Alam amat mendesak. Jangan sampai tragedi kemanusiaan kerap berulang tanpa ada usaha pencegahannya. Justru korban jiwa menjadi teramat mahal, jauh lebih tinggi daripada biaya pembangunan dan pemeliharaan museum kalau kita terlambat mengantisipasinya. Jadi kita perlu mendirikan Museum Bencana Alam untuk meminimalisasi tragedi kemanusiaan. Semoga menjadi pembicaraan saat pandemi usai.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H