Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perlu Mendirikan Museum Bencana Alam untuk Meminimalisasi Tragedi Kemanusiaan

22 Februari 2021   12:16 Diperbarui: 22 Februari 2021   12:33 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Gempa dan Bencana (Foto: raun2nomaden.wordpress.com)

Pada akhir Desember 2004, beberapa negara termasuk Indonesia terkena bencana hebat, tsunami. Selain harta benda, ratusan ribu nyawa menjadi korban. Tiongkok memang tidak terkena bencana itu. Namun pemerintah Tiongkok terbilang kreatif dan apresiatif. Mengambil pelajaran dari salah satu bencana alam terhebat di dunia itu, pertengahan Juli 2005 pemerintah Tiongkok meresmikan berdirinya sebuah Museum Bencana Alam.

Museum itu mulai dibangun tiga bulan setelah bencana tsunami menimpa berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pembangunannya menghabiskan waktu tiga bulan. Dana yang dikeluarkan pemerintah Tiongkok mencapai tiga juta dollar.

Museum Bencana Alam Tiongkok dibuat dengan konsep pusat peragaan iptek. Ketika memasuki museum, pengunjung disodori kacamata tiga dimensi. Dari film yang diputar tentang gelombang tsunami di lautan, pengunjung dibawa untuk seolah-olah merasakan terjangan air yang mahadahsyat, termasuk ketika terombang-ambing di dalam kapal di antara gulungan ombak. Para pengunjung museum pun diajari bagaimana cara berteriak untuk meminta pertolongan. Peragaan lainnya adalah simulasi menyelamatkan diri dengan menaiki tangga tali.

Museum Bencana Alam Tiongkok termasuk unik dan langka. Dilengkapi teknologi canggih, Museum Bencana Alam itu diproyeksikan menjadi salah satu obyek andalan Tiongkok untuk mengeruk devisa dari sektor pariwisata.   Pembangunan Museum Bencana Alam menjadi model percontohan untuk menanggulangi berbagai bencana alam yang sering melanda negeri itu, seperti angin topan dan banjir. Sebagai negara yang paling banyak penduduknya, memang sejak lama trauma bencana selalu dialami penduduk Tiongkok.

Museum Tsunami Aceh (Foto: www.minews.id)
Museum Tsunami Aceh (Foto: www.minews.id)
Aceh

Museum sejenis juga berdiri di Hawaii. Mengambil nama Pusat Informasi Tsunami, pemerintah negara bagian Hawaii berupaya mengenang kejadian tsunami yang pernah menimpa negaranya pada 1940-an dan beberapa kali sesudah itu. Meskipun korban bencana hanya dalam bilangan ratusan orang, namun rupanya pemerintah setempat sangat menyadari bahwa trauma masa lalu perlu diketahui generasi-generasi masa kini dan masa mendatang.

Dengan anggaran cukup besar, maka berbagai informasi tentang tsunami disajikan di dalamnya. Koleksi terbanyak adalah foto-foto tentang korban keganasan tsunami. Diinformasikan juga alarm atau tanda peringatan dini akan terjadinya tsunami sehingga masyarakat akan waspada.

Negara lain sudah memulai, Indonesia memikirkannya pun belum.  Barangkali tidak ada bayangan di benak kita untuk mendirikan museum sejenis. Padahal korban tsunami di negara kita mencapai ratusan ribu orang. Belum lagi akibat gempa dan bencana lain di sejumlah tempat, seperti di Yogyakarta pada Mei 2006 dan Pangandaran pada Juli 2006.  Gempa yang cukup besar juga pernah terjadi pada September 2009 lalu di Sumatera Barat. Guncangannya mencapai lebih dari 7 Skala Richter.

Sebagai negara gunung berapi dan lautan, berbagai bencana sepertinya akrab dengan kita. Terakhir 2018 lalu, bencana alam menimpa Lombok, Palu, Donggala, Banten, dan Lampung. Bahkan mulai dikenal istilah likuifaksi atau tanah bergerak di Palu sebagai fenomena baru.

Langkanya museum bencana dan sejenisnya disebabkan peran museum belum dianggap penting. Museum masih diidentikkan sebagai tempat menyimpan dan memamerkan barang-barang kuno belaka. Akibatnya museum masih dijauhi masyarakat karena mereka belum mengerti arti dan fungsi museum sesungguhnya. Jangan heran kalau jumlah museum di seluruh Indonesia baru 400-an buah. Ironisnya, hitungan baru menunjukkan belasan museum telah mati karena minimnya pengunjung.

Belajar dari Tiongkok dan Hawaii, pada 2009 berdiri Museum Tsunami di  Nangggroe Aceh Darussalam (NAD). Isi pameran berupa simulasi elektronik gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia 2004. Ikut ditampilkan foto korban dan kisah yang disampaikan korban selamat. Sebenarnya Museum Tsunami dirancang sebagai tempat evakuasi bila terjadi tsunami. Hingga kini Museum Tsunami banyak didatangi pengunjung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun