Meskipun sudah berlangsung lebih dari setahun, sebagaimana nama Covid-19 (berawal pada 2019), kita belum bisa menentukan kapan wabah itu akan berakhir. Bahkan kita belum bisa memerkirakan kapan akan melandai. Wabah Covid-19 mulai menjadi pembicaraan di Indonesia pada awal Maret 2020. Sejak pertengahan Maret 2020 pemerintah mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan berbagai istilah lain, tergantung banyak sedikitnya orang yang terpapar virus itu. Sejumlah negara malah memberlakukan PSBB yang lebih ketat berupa lockdown atau penguncian wilayah. Â
Sampai kini peraturan ketat masih belum dicabut. Warga asing, misalnya, dilarang memasuki wilayah Indonesia. Peraturan serupa pun berlaku di banyak negara. Di dalam negeri sendiri ada peraturan 3M yang bermakna memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Bahkan kemudian ditambah 5M, yakni menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Museum tutup layanan
Dampak dari peraturan itu jelas amat terasa. Sebagai contoh, restoran hanya boleh terisi 25% sampai 50% dari kapasitas normal. Begitu pun tempat-tempat wisata. Malah kemudian karena masyarakat yang terpapar covid semakin meningkat, berbagai tempat wisata menutup layanan. Termasuk tempat wisata tentu saja museum.
Peraturan ketat membuat perekonomian terpuruk di banyak negara, termasuk Indonesia. Gelombang PHK masal, tidak terelakan lagi. Banyak hotel dan restoran (besar dan kecil), termasuk warteg tutup permanen. Daya beli masyarakat semakin menurun. Yang masih aman tentu saja perusahaan atau instansi pemerintah karena menggunakan dana APBN/APBD.
Ketika dilakukan penutupan layanan sejak Maret 2020, banyak museum swasta tidak memperoleh pemasukan. Untuk mengurangi beban pengeluaran, mereka merumahkan sedikit demi sedikit pegawai museum. Belum ada informasi tentang museum yang tutup permanen, baik di Indonesia maupun mancanegara. Meskipun kemudian ada pengendoran aturan, yakni museum boleh buka secara terbatas, tetap saja pemasukan museum swasta tidak sebanding dengan pengeluaran karena jumlah pengunjung museum menurun drastis.
Tahun lalu, Hari Museum Indonesia 12 Oktober diperingati secara daring. Tema yang diambil "Museum dan Solidaritas". Â Sejak itu memang ada solidaritas, misalnya membagikan masker, disinfektan, dan sabun pencuci tangan. Selain itu Duta Museum DKI Jakarta membantu pembuatan tayangan virtual untuk sejumlah museum swasta.
Sejak lama, banyak museum pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menggantikan kegiatan tatap muka dengan kegiatan daring. Sebuat saja diskusi daring, pameran daring, atau tur virtual. Sebaliknya hanya museum swasta yang tergolong kuat mampu melakukan seperti itu. Kita tentu sangat prihatin dengan kondisi kebanyakan museum swasta.
Pemerintah sebagai pembina permuseuman di Indonesia seharusnya paham kondisi museum-museum swasta. Semoga pada tahun ini pemerintah memberi perhatian lebih pada museum-museum swasta yang sampai kini masih megap-megap. Dengan demikian tidak ada museum swasta di Indonesia yang tutup permanen. Seperti halnya tema Hari Museum Indonesia tahun lalu, solidaritas antarmuseum harus terjalin sampai kapan pun.
![Masker dan pelindung wajah dengan berbagai model (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/19/museum-covid-2-602fa43f8ede483110681532.jpeg?t=o&v=770)
Wabah pandemi memang ganas. Namun Covid-19 lah yang paling ganas. Di seluruh dunia lebih dari 100 juta orang terpapar. Di Indonesia sendiri pertambahan cukup pesat, sehingga sudah mencapai lebih dari satu juta orang yang terpapar. Di seluruh dunia lebih dari dua juta orang meninggal dunia. Dampak lain, perekonomian terpuruk dan banyak terjadi perbuatan kriminal demi kelangsungan hidup.
Namun, dampak kesengsaraan membuat ilmu pengetahuan berkembang. Sejumlah negara telah menghasilkan vaksin Covid. Di Indonesia sendiri tercipta sejumlah alat bantu tes Covid.
Sebelumnya beberapa wabah pernah dikenal dunia kedokteran. Wabah SARS, MERS, flu burung, dan ebola, pernah melanda dunia. Jauh sebelumnya dikenal flu Spanyol, yang berkembang pada Perang Dunia 1, 1918-1919.
Informasi tentang wabah harus menjadi pelajaran buat generasi sekarang dan generasi mendatang. Untuk itulah kita perlu mendirikan Museum Wabah. Museum memang berfungsi sebagai lembaga pelestarian. Namun tentu saja bisa menjadi pusat informasi sepanjang masa. Selama ini kita sudah memiliki sejumlah Museum Kesehatan. Apakah topik wabah menjadi bagian dari Museum Kesehatan, boleh saja demikian.
Untuk sementara kita sebut saja Museum Wabah. Yang disebut museum tentu saja harus menampilkan koleksi dan informasi (narasi). Sejumlah koleksi yang bisa dipajang di sini antara lain masker. Meskipun banyak jenis dan model masker, cukup dipajang beberapa buah. Narasilah yang nanti memegang peranan. Alat-alat lain yang bisa dipajang antara lain alat pelindung diri dan perlengkapan untuk penderita Covid.
Covid bukanlah tidak bisa disembuhkan. Banyak penderita berhasil sembuh. Dari para penyintas Covid ini, kita akan memperoleh banyak cerita. Â Pendirian Museum Wabah perlu mendengarkan masukan dari pakar permuseuman, pakar kesehatan, pakar sejarah, dan pakar-pakar terkait.Â
Kita memang agak terlambat dibandingkan sejumlah negara. Mereka telah beraksi terlebih dulu.  Sejumlah museum di Jepang, misalnya, mulai mengumpulkan benda sehari-hari yang wajib dipakai selama pandemi Covid-19 berlangsung. Barang-barang itu antara lain  masker, selebaran berisi himbauan mengenai Covid-19, hingga buku diary atau catatan selama wabah.  Benda-benda tersebut dikumpulkan untuk mengenang pandemi dan mewariskannya kepada generasi selanjutnya. Ide itu muncul tatkala pihak museum sadar tidak punya catatan apa pun mengenai Flu Spanyol (tribunnews.com).
Kota Wuhan, Tiongkok, yang dipandang sebagai sumber Covid-19, malah sudah punya Museum anti-Covid 19. Museum itu dibuka untuk umum sejak 15 Oktober 2020. Â Pengunjung yang datang akan mendapatkan gambaran detail dan sesuai urutan peristiwa saat virus itu mulai mewabah. Museum dibangun di gedung yang pernah dipakai sebagai rumah sakit sementara untuk para pasien Covid-19 (antaranews.com/kompas.com).Â
Menurut tempo.co, Museum London membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin menyumbangkan barang untuk pameran tentang Covid-19. Wabah korona akan menjadi bagian dalam sejarah dunia di masa depan. Sebab itu, panitia mengajak siapa pun untuk menyumbangkan benda atau produk digital yang menyimpan cerita selama pandemi.
Masih menurut tempo.co, Museum London juga punya koleksi yang terkait penyakit cacar yang terjadi pada 1889-1893 dan epidemi flu pada 1918. Â Â Â
Tentu kita masih ingat pada 2004 tsunami hebat pernah melanda Aceh. Begitu pun di beberapa negara. Ketika itu banyak berjatuhan korban jiwa. Pada 2009 pemerintah meresmikan Museum Tsunami Aceh. Berarti ada selang waktu lima tahun.
Jelas Museum Wabah sangat perlu untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat. Semoga dipikirkan baik-baik setelah pandemi usai.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI