Sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Nusantara masih berupa kerajaan. Meskipun begitu, kerajaan/kesultanan yang pernah ada di Nusantara itu masih ada sampai sekarang. Namun bukan berbentuk pemerintahan, melainkan diujudkan dalam bentuk kebudayaan atau masyarakat adat.
Uniknya, di luar keraton-keraton yang sudah terdaftar itu, masih saja ada yang mengaku-aku 'raja'. Bahkan dengan nama keren Sunda Empire, misalnya.
Dulu di masa pemerintahan Presiden Sukarno, ada kisah menarik tentang raja dan ratu gadungan. Namanya Raja Idrus dan Ratu Markonah. Sebelumnya saya pernah menulis [Beberapa Presiden Kita Pernah Tertipu, dari Raja Idrus hingga Bayi Ajaib]. Â
Pasangan Idrus dan Markonah mengaku Raja Suku Anak Dalam di Jambi. Â Ia membual, kerajaan yang dipimpinnya adalah wilayah yang dulunya merupakan kekuasaan Sriwijaya. Katanya, ia akan memberi sumbangan untuk perjuangan membebaskan Irian Barat, yang saat itu Indonesia masih bersengketa dengan Belanda.
Pada 10 Maret 1958, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan memberikan surat rekomendasi agar Idrus dan Markonah serta beberapa pengikutnya pergi ke Jakarta untuk bertemu Presiden Sukarno. (www.voi.id).
Selain bertemu Presiden Sukarno, Sang Raja dan Ratu, bertemu pula dengan  Wali Kota Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, dan Madiun.
Daging mentah
Membaca tulisan saya tadi, Pak Nunus Supardi segera menghubungi saya. "Tulisan Pak Djulianto menggugah ingatan saya, pada saat ikut menyaksikan kedatangan Idrus-Markonah di kota Madiun. Saya salah satu murid yang ikut dalam rombongan siswa yang ikut menyambut di kantor Walikota.Â
Kebetulan nama Pak Walikota sama dengan nama saya, Supardi. Penipuan itu terbongkar di Madiun. Karena mengaku suka makan daging mentah, oleh Ibu Bupati disediakan dua piring daging mentah. Ternyata masih utuh, disembunyikan di kolong tempat tidur. Muncul kecurigaan, ini penipuan. Keduanya lalu dibawa ke kantor CPM, dan betul saja keduanya penipu. Koran dan Radio heboh," cerita Pak Nunus panjang lebar.
Pak Nunus pernah menjabat Direktur Purbakala. Ia kelahiran Madiun 1943. Bersyukur ingatan Pak Nunus masih cemerlang. Semoga ceritanya bisa menjadi tambahan informasi tentang raja dan ratu 'fiktif'.
Petualangan raja dan ratu gadungan itu, jadi  cerita lucu di Belanda. Harian Het Parool edisi 19 Juli 1958 melaporkan, pada 8 Agustus 1957 di Palembang, muncul seorang laki-laki berusia 42 yang datang dari pedalaman Sumatera. Dia mengaku sebagai pangeran dari wilayah yang dulunya dianggap wilayah kekuasaan Sriwijaya. Namanya Idrus Bin Pohon. Dia punya lima orang abdi. Di Palembang, dia dan kelompoknya berpenampilan ala sipil dan militer (www.tirto.id).