Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Tanggapan Pak Werner yang Agak Kasar, Ekskavasi Raden Saleh, hingga Arca Harihara ke Europalia

1 Februari 2021   09:14 Diperbarui: 1 Februari 2021   09:25 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Candi Simping (Sumber: tribunnews.com)

Tulisan saya pada Kompasiana 23 Januari 2021 berjudul [Candi Simping di Blitar Rata dengan Tanah karena Ulah Pelukis Tersohor Raden Saleh]

mendapat tanggapan dari Christopher Reinhart pada Kompasiana 30 Januari 2021 berjudul [Raden Saleh: Perusak Warisan Budaya Jawa?]. Ia memuat tulisan Dr. Werner Kraus karena ybs tidak mempunyai akun Kompasiana. Pak Werner ini memang pernah menulis biografi Raden Saleh.

Sejarawan muda ini, Reinhart, hanya sedikit menyunting bahasa yang digunakan Pak Werner. Untuk tulisan akademis, kalau boleh disebut demikian, ada beberapa kata yang saya anggap kasar dan menyinggung perasaan.   

Dari sekitar 100 baris tulisan saya, hanya 10 baris yang menjadi perhatian beliau, yakni tentang Raden Saleh, Candi Simping, dan Hoepermans. Ke-10 baris itu saya kutip dari tulisan Mas Yosi di Facebook.

Beberapa kata yang saya anggap agak kasar adalah

  • 'artikel meresahkan', seharusnya cukup 'tulisan'.
  • 'tudingan serius, seharusnya 'pendapat'
  • 'tuduhan liarnya', seharusnya  'pendapatnya'
  • 'Mas Yosi telah menemukan sebuah dokumen aneh', seharusnya 'Mas Yosi telah menggunakan sebuah rujukan/referensi'
  • 'mengunggah berita bohong di akun Facebook-nya', seharusnya 'tulisan' di akun Facebook-nya
  • 'tuduhan yang tidak benar atau tidak berdasar', seharusnya 'pendapat yang tidak benar dan tidak berdasar'
  • 'selalu menggoda untuk menghancurkan nama baik seseorang, hanya untuk iseng', entah apa maksudnya.
  • 'sikap ini sangat menyedihkan dan sangat berbahaya', entah apa maksudnya.

Akibat kata-kata yang agak kasar itu saya mendapat bully, misalnya 'jurnalis kok memuat berita bohong'. Entah bully-an apa lagi, saya tidak tahu. Maklum Bung Rei telah membagikan tulisan itu ke banyak grup yang kemudian dibagikan lagi.

Meskipun saya minta dia untuk mengendalikan warganet, tetap saja muncul kata-kata makian. Bung Rei kemudian menambahkan catatan, "Mohon berkomentar tidak menyerang pribadi (termasuk nama-nama yang disebut dalam artikel) dan SARA serta ujaran kebencian. Tulisan ini dibuat dalam ranah akademis dengan tujuan akademis".

Sebenarnya sudah ada yang menulis demikian, yakni pada Facebook 2012. Intinya sama. Namun karena tulisan di Facebook dibaca orang secara terbatas, seakan mengendap. Saya baru tahu setelah ada yang posting di Facebook. 

Tapi yah sudahlah. Saya ingin menambahkan saja tentang Raden Saleh. Dalam buku Raden Saleh (Komunitas Bambu, 2009) dikatakan Raden Saleh melakukan beberapa ekskavasi. Raden Saleh menemukan banyak tinggalan paleontologi, terutama fosil hewan.

Selain fosil, Raden Saleh membawa 150 benda arkeologi.  Ada lagi benda yang dia bawa, seperti benda etnografi, manuskrip, dan prasasti logam. Karena banyaknya, Raden Saleh menjadi penyumbang terbesar koleksi Museum Nasional. Maklum dia anggota Bataviaasch Genootschap.

Ekskavasi memang metode khusus dalam arkeologi. Kalau sekarang ada perekaman data, seperti penggambaran dan pemotretan. Lalu ada penafsiran berdasarkan konteks data. Entah ekskavasi macam apa yang dilakukan Raden Saleh mengingat pada masa itu arkeologi belum berkembang sebagai ilmu.  

Mungkin saja cara ekskavasinya seperti para penggali tanah zaman sekarang. Selain itu dia membawa temuan-temuan permukaan atau dari candi yang runtuh sehingga perolehan untuk Bataviaasch Genootschaap cukup banyak.

Arca Harihara (Sumber: kanalpengetahuan.com)
Arca Harihara (Sumber: kanalpengetahuan.com)
Arca Harihara

Dari ekskavasi, kita beralih ke Candi Simping. Ada informasi bahwa dari candi itu pernah dibawa ke Museum Nasional sekarang sebuah arca berukuran cukup besar. Pakar ikonografi, menyebut arca itu Harihara, perpaduan Dewa Wisnu (Hari) dan Dewa Siwa (Hara).

Arca Harihara terbuat dari batu andesit. Tingginya seukuran manusia dewasa. Saya pernah melihat arca itu di Museum Nasional. Lokasinya di Gedung A bagian belakang.

Harihara diyakini perwujudan Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 Masehi), pendiri Kerajaan Majapahit. Ada beberapa bagian yang rusak pada arca itu, yaitu prabhamandala, hidung dan kaki kanan arca, dan lapik sudah terkelupas. Beberapa sisi sudah aus pada bagian lengan kiri, punggung tangan kiri, dan pinggang kirinya. Namun secara keseluruhan, kondisi arca masih tergolong relatif baik.

Pada 2018 arca Harihara ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Tingkat Nasional karena beberapa kriteria. Salah satunya tergolong langka jenisnya dan rancangannya, juga satu-satunya arca yang menggambarkan Raden Wijaya. Lihat [Arca Harihara Ditetapkan Sebagai Cagar Budaya Nasional].

Pada akhir 2017 hingga awal 2018 arca Harihara ikut dipamerkan di Eropa dalam ajang Europalia. Bayangkan cara mengepak arca berat berukuran tinggi 192 cm itu. Saya pernah menulis [Membawa Arca Kuno Seberat 1 Ton ke Luar Negeri].

Nah, demikianlah kisah tentang Raden Saleh, Ekskavasi, dan Arca Harihara. Semoga teman-teman yang memang berkecimpung di bidang penelitian atau terkait, mampu mengorek informasi lebih jauh tentang hal itu. Dengan demikian masyarakat akan memperoleh wawasan. Masa lalu memang masih misteri. Beda pendapat bisa terjadi karena beda referensi. Wawasan akan bertambah kalau ada informasi lain.

Sekarang saya mau cari nafkah dulu yah, nanti kalau ada waktu senggang saya nulis lagi. Maklum arkeo pejuang mandiri, bukan orang gajian atau dapat uang pensiun. Biasanya sebagian honorarium saya gunakan untuk ongkos kirim buku dalam gerakan literasi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun