Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candi Simping di Blitar Rata dengan Tanah karena Ulah Pelukis Tersohor Raden Saleh

23 Januari 2021   17:06 Diperbarui: 27 Januari 2021   06:26 26270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fosil kuda nil di Museum Nasional (Foto: merahputih.com)

Nama Raden Saleh sudah demikian tersohor. Kalau kita menyebut nama itu, pastilah soal lukisan yang ada dalam ingatan. Meskipun tahun kelahirannya simpang siur antara 1807 atau 1811, namun tahun kematiannya sudah pasti 1880. Lukisan Raden Saleh banyak dimiliki museum dan kolektor Indonesia. Juga di seluruh dunia.

Yang belum banyak diketahui orang, Raden Saleh juga seorang ilmuwan. Ketika Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) didirikan di Delft (Belanda) pada 1851, Raden Saleh menjadi salah seorang anggota pertama. Bahkan pada 1853 Raden Saleh menjadi satu-satunya anggota donor di Hindia-Belanda. Demikian menurut buku Raden Saleh, Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme (Komunitas Bambu, 2009).

Bagian-bagian Candi Simping terletak di halaman (Foto: noviaparma.blogspot.com)
Bagian-bagian Candi Simping terletak di halaman (Foto: noviaparma.blogspot.com)
Perjalanan budaya

Ditulis juga pada buku itu, Maret 1865 Raden Saleh mengajukan permohonan izin dan dukungan pada pemerintah kolonial untuk melakukan perjalanan budaya. Ia akan berkeliling Pulau Jawa untuk mencari benda-benda arkeologi dan manuskrip yang masih dimiliki keluarga-keluarga pribumi.

Setelah mendapat saran dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW), berangkatlah Raden Saleh. Kelak, BGKW memiliki museum yang sekarang bernama Museum Nasional di Jakarta.

Pada Desember 1865 Raden Saleh memulai ekskavasi untuk mencari fosil. "Penggalian dilakukan di kaki sebuah bukit yang terletak di dekat dua buah reruntuhan batu-batu kapur berwarna putih di Banyunganti, Kabupaten Sentolo, Jawa Tengah," demikian tulis buku itu (hal. 59). Dalam ekskavasi itu Raden Saleh yang dibantu 60 kuli menemukan banyak fosil hewan purba.

Ekskavasi selanjutnya di Kalisono, sekitar 11 kilometer dari lokasi pertama. Banyak fosil hewan purba juga ditemukan di sini.

Pada lokasi ekskavasi ketiga, Raden Saleh hanya menemukan dua buah persendian tulang. Pada lokasi ekskavasi keempat di Gunung Plawangan, Raden Saleh menemukan fosil dua persendian dan satu gigi. Raden Saleh masih melakukan beberapa ekskavasi lagi. Namun temuan yang dihasilkan masih berupa fosil mamalia.

Sementara itu dari perjalanannya ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, Raden Saleh berhasil membawa pulang 38 manuskrip (kropyak).

Selain itu Raden Saleh membawa benda-benda arkeologi berbahan logam dan benda-benda etnografi. Semua hasil yang ia peroleh kemudian diserahkan ke Bataviaasch Genootschap. Dari 150 benda arkeologi, ada satu wadah unik berbentuk gelas zodiak.

Karena kiprahnya itu, Raden Saleh sering disebut arkeolog pertama bangsa Indonesia. Sebelumnya hanya arkeolog-arkeolog mancanegara yang berkiprah di sini. Prof. Harsja Bachtiar yang menyebutnya demikian, sebagaimana dituturkan Oyen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun