Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Soal Uang Kertas Rp100, Masyarakat Awam Jangan Terbuai Harga Selangit di "Marketplace"

18 Januari 2021   15:23 Diperbarui: 18 Januari 2021   15:29 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa variasi tahun cetak, lihat tanda panah (Dokpri)

Uang-uang yang sudah tidak beredar lagi selalu menjadi perhatian masyarakat awam. Kalau kita kunjungi marketplace, terlihat banyak sekali masyarakat yang ingin menjual koleksi uang. Bahkan masyarakat menyebutnya "uang kuno". Tentu supaya berkesan mahal.

Dari pengamatan, terlihat adanya dua kelompok masyarakat yang menawarkan koleksi di marketplace itu.

Pertama, pedagang numismatik dan numismatis. Mereka tahu harga pasaran karena punya buku katalogus. Harga koleksi yang mereka tawarkan boleh dibilang masuk akal. Kondisi koleksi pun termasuk jreng, dalam istilah numismatik disebut Unc (Uncirculated). Kondisi seperti inilah yang paling diminati kolektor. Apalagi kalau sudah disertifikasi oleh PMG, harganya akan berkali-kali lipat.

Kedua, masyarakat awam. Mereka menawarkan koleksi dengan harga tidak masuk akal. Kondisi koleksi pun tidak menjadi perhatian. Yang penting gambarnya sama. Coba saja searching di internet. Koleksi yang mereka tawarkan dalam kondisi kotor, lusuh, terlipat, dsb. Lihat ilustrasi pada gambar di bawah. Saya yakin, kondisi seperti itu tidak akan diminati kolektor.

Faktor ikut-ikutan rupanya menjadi penyebab mengapa masyarakat awam memposting koleksi tersebut di marketplace.  Laku yah disyukuri, gak laku yah gak apa-apa, mungkin begitu pikir mereka.

Uang kertas Rp100 dalam berbagai kondisi di bawah Unc (Dokpri)
Uang kertas Rp100 dalam berbagai kondisi di bawah Unc (Dokpri)
Variasi

Kita ambil contoh uang kertas Rp100. Uang kertas ini diedarkan mulai 1992. Setiap tahun Bank Indonesia menerbitkan emisi ini. Terakhir Bank Indonesia menerbitkan emisi ini pada 2000. Seingat saya, pada 1998 Bank Indonesia tidak menerbitkan emisi ini. Maklum waktu itu pemerintah masih sibuk menghadapi krisis moneter (krismon).

Adanya emisi bisa dilihat pada bagian bawah uang kertas.  Tertulis IMP (Imprint) 1993, berarti  dicetak pada 1993. Inilah keistimewaan uang kertas Indonesia. Ada berbagai variasi di dalamnya. Selain variasi tahun cetak, ada variasi penanda tangan uang. Coba perhatikan pada uang kertas nominal berapa saja.

Uang kertas Rp100 ini ditarik dari peredaran pada 30 November 2006. Namun masih bisa ditukar di bank-bank pemerintah sampai 2016. Meskipun begitu, pedagang numismatik masih punya koleksi itu dalam jumlah banyak, seperti brut (isi 10 gepok/lak) dan gepokan. Satu gepok saja isi 100 lembar. Bayangkan, berapa banyak mereka punya. Maklum waktu itu satu gepok cuma bernilai Rp10.000.   

Saya amati satu gepok dijual bervariasi Rp150.000-Rp250.000. Untuk eceran Rp2.000-Rp5.000 selembar. Lihat tulisan sebelumnya [di sini].

Beberapa variasi tahun cetak, lihat tanda panah (Dokpri)
Beberapa variasi tahun cetak, lihat tanda panah (Dokpri)
Hoaks

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun