Si Kancil anak nakal//suka mencuri ketimun//ayo lekas dikurung//jangan diberi ampun
Begitulah lagu anak-anak yang kita kenal sejak puluhan tahun yang lalu. Orang-orang tua zaman dulu memang selalu menggunakan hewan sebagai perumpamaan. Hewan rupanya akrab dengan dunia anak-anak.
Sesungguhnya cerita tentang hewan sudah tercipta sejak berabad-abad lampau. Entah dari mana asalnya, yang jelas cerita-cerita yang berisi ajaran moral itu, terpahat pada beberapa candi. Dalam sejarah kuno Indonesia, candi dipengaruhi agama Hindu dan Buddha. Karena kedua agama itu berasal dari India, maka diperkirakan cerita fabel berasal dari kitab-kitab sastra di India. Sama seperti kitab sastra legendaris Mahabharata dan Ramayana, keduanya juga berasal dari India.
Dulu penulis pernah mengikuti kuliah Sejarah Kebudayaan Asia Selatan. Maklum arkeologi Indonesia memiliki hubungan dengan Asia Selatan, terutama India. Seingat penulis, dalam sastra ada disebut kitab Hitopadesa atau Pancatantra. Kedua buku ditulis dalam Bahasa Sanskerta. Di dalamnya ada berbagai cerita, termasuk cerita tentang hewan atau populer disebut fabel.
Untuk pembelajaran masyarakat Nusantara ketika itu, maka sejumlah cerita dipahatkan pada dinding candi. Dalam dunia arkeologi, ini disebut relief cerita. Pada candi bersifat Buddha, kisah fabel pada candi-candi Buddha biasanya berisi kebaikan selalu mengalahkan kejahatan, makhluk hidup perlu tolong-menolong, dan kecerdikan mampu menyelesaikan masalah.
Pada Candi Borobudur terdapat empat relief cerita yang dikenal luas, yakni Karmawibhangga, Lalitawistara, Jataka, dan Gandawyuha. Dalam keempat cerita, tergambar beberapa hewan.
Cerita fabel lebih nyata pada Candi Mendut. Candi bersifat Buddha itu berlokasi tidak jauh dari Candi Borobudur. Dalam panil tergambar cerita tentang kura-kura yang ingin terbang dibawa oleh dua ekor angsa. Si kura-kura diminta menggigit sepotong kayu. Ada lagi tentang buaya yang tidak tahu membalas budi. Sehabis ditolong kerbau, ia malah ingin mencelakakan si kerbau. Untung saja ada monyet yang cerdik, yang mampu memperdaya si buaya.
Saya pernah menulis tentang ajaran moral dari masa silam. Lihat [di sini] dan [di sana].
Cerita lain di Candi Mendut tentang seorang pendeta yang menolong seekor kepiting. Di pihak lain ada ular dan burung gagak yang ingin berbuat jahat kepada si pendeta. Untunglah si kepiting berhasil membalas budi kepada si pendeta sehingga berhasil selamat dari kebusukan hati ular dan burung gagak.
Cerita tentang burung betet bersaudara juga ada di Candi Mendut. Yang satu dipelihara oleh pendeta, satunya lagi dipelihara oleh penyamun. Tentu mereka berbeda tabiat.
Pada candi bersifat Hindu, cerita paling populer berjudul Garudeya. Antara lain terdapat pada Candi Kidal di Malang dan Candi Kedaton di Probolinggo, keduanya di Jawa Timur.
Cerita Garudeya mengisahkan tokoh baik Garuda dan tokoh jahat Ular. Garudeya Candi Kidal menginspirasi Garuda sebagai lambang negara kita. Dikisahkan Garuda dan Ular berebut amerta (air untuk kehidupan abadi). Akhirnya Garuda mendapatkan air itu. Kaum Ular kecewa karena hanya memperoleh setetes amerta yang menempel pada daun ilalang. Mereka berebutan menjilati amerta. Karena daun ilalang itu tajam, maka lidah kaum Ular terbelah dua. Nah, ini dikaitkan dengan cerita mitologi mengapa lidah ular bercabang dua.
Relief menjadi salah satu komponen yang membuat candi terlihat lebih indah. Relief cerita  digunakan untuk menyampaikan ajaran kebaikan dengan cara yang menarik. Tentu buat sepanjang masa. Diharapkan cerita fabel dapat menumbuhkan dan mengembangkan imajinasi dan menstimulasi kecerdasan otak pada anak.Â
Cerita fabel muncul di banyak negara. Sastrawan Prancis, Jean de La Fontaine (1621-1695) pernah menghimpun cerita fabel dalam sebuah buku. Sebagian isi dipengaruhi karya-karya sastrawan India kuno. Cerita fabel ataupun dongeng amat diminati berbagai kalangan, termasuk karya H.C. Andersen.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI