Menurut Pak Agus Sudaryadi, pihak arkeologi baru mampu melakukan survei dan pendataan pada laut dangkal sekitar 30 meter. Padahal, banyak kapal tenggelam berada pada laut dalam. Selain karena peralatan bawah air sangat mahal, tenaga penyelam pun masih langka. Pembuatan baseline dan penomoran temuan, baru itu yang mampu dilakukan pihaknya.
Dulu di Kemdikbud pernah ada Direktorat Warisan Budaya Bawah Air. Namun kemudian direktorat itu dilikuidasi. Meskipun demikian masih ada pelatihan, tapi semakin berkurang. Bahkan beberapa tahun ini belum ada SDM baru.
Pak Stanov pada kesempatan itu memaparkan hasil analisis terhadap temuan Pulau Abang. Ia menduga perdagangan keramik Thailand dan Cina masih berlanjut ke arah Pesisir Timur Sumatera dan ke arah Lingga hingga awal abad ke-20.
Kata beliau, populasi keramik Thailand dari masa abad ke-15 hingga abad ke-17 lebih dominan daripada Cina. "Perlu juga diingat pada awal abad ke-18 Kepulauan Riau dikenal sebagai Lumbung Gambir. Banyak industri dan kebun gambir dibuka di wilayah ini. Industri gambir banyak membutuhkan wadah guci untuk sarana ketersediaan air tawar dalam pengolahan gambir tersebut," katanya.
Pak Teguh mengatakan, Kepulauan Riau terdiri atas 1.062 pulau. Luas wilayahnya mencapai 250.162 kilometer persegi. Wilayahnya yang relatif luas itu sebagian besar (95,79%) terdiri atas perairan.
Perairan pantai timur Sumatera, lanjut Pak Teguh, telah menjadi ajang rebutan berbagai kerajaan lokal dan negara-negara lain seperti Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Wilayah perairan timur Sumatera sejak dahulu merupakan jalur kuna yang termasuk dalam jaringan perdagangan Sriwijaya.
Sejumlah pencurian dari dalam air pernah terungkap. Kata Pak Teguh, benda-benda sitaan itu dititipkan di dinas setempat.
Pak Roby yang berbicara dari segi pariwisata mengatakan perlu pendekatan pariwisata berkelanjutan dengan konsep wisata bahari sebagai alat memperkuat upaya pelestarian situs kapal tenggelam dan konservasi lingkungan sekitarnya sebagai daya tarik wisata bahari khususnya wisata selam.
Perairan kita sangat luas. Sejarah kita sangat panjang. Tidak heran banyak kapal tenggelam di perairan Nusantara karena berbagai sebab, seperti peperangan, menabrak karang, kena badai, dan mengalami kerusakan teknis. Sulitnya pengawasan memang sangat terasa. Untuk itu perlu kerja sama antarberbagai instansi terkait.