Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebahagiaan Itu Sederhana Asalkan Bisa Berbagi Ilmu Pengetahuan dan Buku

27 November 2020   19:23 Diperbarui: 27 November 2020   19:26 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kirim buku lewat JNE di dekat rumah (Dokpri)

Selain kepada guru, saya beberapa kali menghadiahkan buku-buku kepada para mahasiswa arkeologi dan nonarkeologi yang memiliki IPK terbaik, yakni di atas 3,5. Tentu saja saya seleksi karena buku-bukunya terbatas. Saya minta mereka menyerahkan bukti tertulis. Itulah kebahagiaan lain. Bahagia itu sederhana, bukan? Bahagia kalau mampu berbagi.

Kalau membuat blog saya lakukan sejak 2008, gerakan literasi baru ada tiga tahun kemudian. Waktu itu saya sering mendapat buku dari sana-sini. Buku-buku yang dobel lalu saya tawarkan kepada komunitas sejarah dan budaya yang berminat.

Mulai 2015 saya membuat gerakan baru yang disebut KUBU (Kuis Buku), GEMAR (Gerakan Menulis Arkeologi), dan GEMES (Gerakan Menulis Sejarah).  Namun dalam perjalanannya GEMES boleh dibilang tidak ada peminat sehingga saya hapus.

"Saya senang dapat buku dari Pak Djulianto karena buku-bukunya tidak dijual di toko buku. Apalagi buku-bukunya limited edition," kata mereka.

Beramal buku tentu merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri. Terus terang, saya cukup mudah mendapatkan buku-buku dari Kemendikbud. Semua dana untuk transportasi mengambil buku dan ongkos kirim buku keluar dari kantong pribadi. Sebagian saya peroleh dari kawan-kawan yang peduli.

Sayang keberlangsungan KUBU dan GEMAR terdampak wabah pandemi. Sejak Maret saya jarang sekali membuat KUBU dan GEMAR. Maklum, sebagai pekerja lepas boleh dibilang saya tidak mempunyai penghasilan lagi.

Pemberitahuan dari penerima buku (Dokpri)
Pemberitahuan dari penerima buku (Dokpri)
Amal ilmu pengetahuan

Kalau tidak ada uang, beramallah dalam bentuk lain. Begitulah sering dikatakan banyak orang. Maka menulislah yang saya lakukan, meskipun tidak berhonorarium. Amal ilmu pengetahuan, mungkin bisa disebut demikian.

Jika saja banyak orang, terutama kalangan intelektual, beramal buku dan beramal ilmu pengetahuan, bisa jadi kita sudah memiliki masyarakat yang peduli dan berapresiasi kepada kepurbakalaan dan museum.

Dalam melakukan gerakan literasi saya sering diguyoni banyak orang. Harusnya saya mendapat award sebagai "Arkeolog Peduli Masyarakat" karena merupakan orang yang tidak bergaji dan berpensiunan dari instansi arkeologi, juga bekerja bukan karena proyek atau penunjukan, tapi peduli pada masyarakat.

Bahkan pensiunan Guru Besar Arkeologi UI Pak Mundardjito menjuluki saya "Arkeolog dengan Takdir Sial" karena telah membumikan arkeologi dan museum sejak 1980-an. "Gak ada arkeolog yang kayak kamu," katanya. Sebenarnya kunci untuk berbagi cuma dua, yakni mampu dan mau.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun