Pembangunan jalur MRT (Moda Raya Transportasi) fase 2 mulai dilakukan. Fase 2 terdiri atas dua tahap, yakni fase 2A dan fase 2B. Fase 2A terdiri atas tujuh stasiun bawah tanah, mulai dari stasiun HI sampai stasiun Kota. Sementara fase 2B terdiri atas dua stasiun bawah tanah (Mangga Dua dan Ancol).
Karena berkenaan dengan bawah tanah, tentu perlu ada upaya investigasi terlebih dulu. Kita harus belajar dari sejumlah negara ketika banyak situs arkeologi rusak karena pembangunan subway. Untung saja pihak MRT menggandeng pihak arkeologi untuk membicarakan upaya penelitian dan pelestarian terhadap jalur-jalur-jalur yang akan terkena dampak tersebut. Tim Ahli Cagar Budaya juga ikut di dalamnya.
Masalah pelestarian cagar budaya selama konstruksi MRT Jakarta fase 2 dibicarakan dalam webinar pagi tadi, Kamis, 5 November 2020. Â Ada empat pembicara dalam webinar itu, yakni Pak Junus Satrio Atmodjo (Tim Ahli Cagar Budaya Nasional), Prof. Iswandi Imran (ITB), Pak R. Cecep Eka Permana (Dosen Arkeologi UI), dan Pak J.J. Rizal (Sejarawan).
Kegiatan diawali kata pengantar oleh Ibu Silvia Halim (Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta) dan Pak Iwan Henry Wardhana (Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta).
Pak Junus menceritakan sejarah Jakarta sejak zaman Batavia. Dulu yang disebut Batavia (Lama) adalah kawasan di sekitar Jakarta Kota sekarang. Kemudian karena ada berbagai masalah seperti wabah penyakit, pemerintah kolonial membuat kota baru di Weltevreden, termasuk Koningsplein. Lokasinya sekitar Lapangan Banteng-Gambir-Monas sekarang. Di sinilah muncul Batavia (Baru).
Di Jalan Medan Merdeka Barat, kata Pak Junus, ada beberapa gedung lama seperti Museum Nasional dan Gedung Kementerian Pertahanan. Makin ke Utara justru semakin banyak, seperti Gedung Bank Tabungan Negara dan gedung-gedung di Batavia (Lama).
Pak Junus menceritakan pula tentang Tugu/Menara/Monumen Jam di Jalan M.H. Thamrin. Di atas tugu ada empat buah jam yang sampai sekarang masih berfungsi. Tugu Jam dibangun pada 1969. Pada awalnya terletak di lapangan luas. Namun lama-kelamaan lapangan itu terpotong untuk pelebaran jalan. Saat ini Tugu Jam persis terletak di sebelah jalur TransJakarta.
Nah, ini yang mengundang kerawanan, terutama karena getaran bis TransJakarta. Maklum, Tugu Jam terletak sekitar tiga meter dari sisi jalan. Dalam pembangunan jalur MRT, untuk sementara tugu itu akan dipindahkan.
Tugu Jam terdiri atas tiga bagian, yakni kepala, badan, dan kaki. Setiap bagian memiliki berat belasan ton. Tentu betapa sulit menangani tinggalan yang satu ini.
Pak Iswandi yang ahli konstruksi beton telah melakukan pengamatan dan pengukuran lapangan terhadap tugu jam. Rencananya tugu itu akan dipotong tiga bagian dan akan dipindahkan dengan alat berat.
Prof. Dr. Cecep yang kebagian melakukan ekskavasi arkeologi, bersama tim UI telah meneliti pada beberapa titik, antara lain di depan Kemenag, Tugu Jam, depan Kementerian ESDM, depan Indosat, dan pelataran air mancur menari. Dari sejumlah tempat ini, tim arkeologi tidak menemukan benda-benda berarti.
Pada kedalaman 100-150 cm ditemukan saluran, kabel, dll. Pada kedalaman 150-190 cm tanah urugan dan artefak berupa fragmen keramik, tembikar, kaca, tulang sebagai  bekas aktivitas masa lalu sebelum pembangunan area Thamrin (sebelum 1960). Mulai sekitar kedalaman 200 cm tidak ditemukan artefak dan sudah keluar air.
Yang agak beda di kawasan Jakarta Kota. Sampai kedalaman empat meter masih ditemukan sisa-sisa benda kuno. Ada struktur, ada pula benda-benda kecil. Dari hasil ekskavasi direkomendasi "diperbolehkan dengan catatan" entrance atau jalur keluar masuk stasiun MRT bawah tanah di daerah non bangunan bersejarah, dan "dipindahkan" terutama yang dekat dengan bangunan bersejarah.
Secara formal Studi Kelayakan Arkeologi belum diterapkan di sini. Saat ini rencana penanganan fisik sedang dalam bahasan. Setelah diambil keputusan perlakuan terhadapnya, baru studi kelayakan tersebut dibuat.
Terungkap dalam diskusi itu pemindahan tugu jam sudah dibahas beberapa kali sejak 2019. Hasil rekomendasi adalah tugu jam harus tetap dipertahankan di tempat aslinya, cara-cara pemindahan sementara harus berdasarkan penelitian, pemasangan/penyambungan kembali harus menjamin kekuatan tugu jam tetap kokoh sesuai dengan standar dan ketetuan yang berlaku, pondasi tugu jam disatukan dengan stasiun MRT untuk menjamin kekuatan dan kestabilannya, serta Pemprov DKI Jakarta wajib membuat pengaturan untuk melindungi tugu jam agar tidak terdampak sebagai akibat kepadatan lalu lintas di lokasi tersebut.
Sebagai sejarawan Pak J.J. Rizal membahas soal narasi pada situs/bangunan bersejarah di sekitar kawasan yang dilalui MRT, misalnya soal stadion Petojo VIJ. Dulu banyak pemain sepak bola lahir di stadion ini.
Masalah temuan arkeologi saat pengerjaan terowongan juga dibahas dalam acara itu. Memang penemuan arkeologi umumnya terkuak secara tidak disengaja.*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H