Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nama "Lambri" dan "Lan-wu-li" yang Disebut Pengelana Dunia Masa Lampau ternyata Lamuri di Sumatera

3 November 2020   15:05 Diperbarui: 3 November 2020   15:31 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Temuan pecahan keramik (Foto: makalah Pak Sonny)

Dalam rangka menjadikan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia, Senin, 2 November 2020 kembali berlangsung webinar tentang topik itu. Kali ini penyelenggaranya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh. Temanya "Jejak Jalur Rempah Aceh dan Sumatera Utara: Merawat Ingatan, Melestarikan Kebudayaan". 

Ada tiga pembicara dalam webinar itu, yakni Pak Restu Gunawan (Direktur Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemdikbud), Pak Ketut Wiradnyana (Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara), dan Pak Sonny C. Wibisono (Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional). 

Sebagai moderator Ibu Wiwin Djuwita (Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia). Kegiatan dibuka oleh Kepala BPCB Aceh Pak Nurmatyas.

Pak Restu mengawali uraiannya dengan hubungan Laut Tengah dengan Dunia Timur. Akibat hubungan itu perdagangan bahan-bahan mewah melejit. Soalnya rempah-rempah, kayu wangi, kamper, dan kemenyan termasuk hasil bumi khas dari wilayah di seberang Sungai Gangga. 

Banyak daerah juga disebutkan dalam kitab kuno Ramayana. Ketika itu tujuan utama orang India menyeberang adalah mencari emas, terutama ke Suvarnabhumi dan Suvarnadwipa.

Mendengar nama Suvarnabhumi, pasti kita teringat akan bandar udara di Thailand yang memakai nama itu. Sebaliknya ada yang berpendapat Suvarnabhumi dan Suvarnadwipa adalah Pulau Emas, yang identik dengan Sumatera.

Sumber India juga menyebut Javadipa yang kemungkinan Pulau Jawa. Para pelaut berlayar menggunakan kapal besar. Mereka membawa kayu gaharu dan kayu cendana dari Nusantara ke India. 

Selain itu cengkeh dan lada---lada panjang dan lada hitam---semuanya  digunakan sebagai obat.  Soal cengkeh juga disebut penjelajah Tiongkok.

Menurut Pak Restu, komoditi lain yang disebutkan adalah kapur barus. Kapur barus tidak ada di India tapi di Nusantara.

Temuan pecahan keramik (Foto: makalah Pak Sonny)
Temuan pecahan keramik (Foto: makalah Pak Sonny)
Bukti arkeologi

Pak Ketut menguraikan soal agrikultur awal seperti jewawut di Tiongkok (5.000-3.300 SM/Sebelum Masehi), temuan sekam padi di Thailand sekitar 3.500 SM, dan cangkang kemiri di Timor Timur. Lalu temuan purba polong-polongan dan kacang-kacangan di situs Bukit Kerang, Sumatera.

Data cukup menarik, kata Pak Ketut, ketika Tome Pires menyebut benzoin dan kamper yang dijual di Barus didatangkan dari daerah pedalaman. Pires adalah pengeliling dunia dari Portugis. Orang Portugis lainnya, Cortesao mengatakan sepanjang abad ke-19 saudagar besar dan broker di Barus terdiri atas penduduk setempat.

Kisah-kisah masa lampau yang berkenaan dengan masa lampau, tentu memerlukan bukti. Menurut Pak Sonny, arkeologi seharusnya bisa memasuki ruang perbincangan publik yang mengingatkan kita bahwa arkeologi pegang situs kunci, berperan dalam 'politik mengingat'.

Bukti arkeologi itu berasal dari berbagai sumber. Selain artefak hasil ekskavasi, juga etnohistori, sejarah seni, ikonografi, sistem tulisan kuno, data lingkungan kuno, dsb.

Nisan kerajaan (Foto: makalah Pak Sonny)
Nisan kerajaan (Foto: makalah Pak Sonny)
Pak Sonny mencontohkan berita dari penulis Chau-ju-kua soal perdagangan Tiongkok dan Arab pada abad ke-12//13. Ia mencantumkan tempat bernama Lambri atau lan-wu-li. Ternyata situs Lamuri ada di Sumatera Utara dan sedang dalam penelitian Pak Sonny.

Marco Polo dari Italia, pada abad ke-13 pernah berkelana keliling dunia. Ia menyebutkan Kerajaan Ferlec (Perlak) dan Basman (Peusangan) dan keberadaan suku Battas (Batak) di pedalaman. Ia menyebutkan pula Kerajaan Lambri (Lamuri) dan Fansur (Barus).

Ibnu Batutah dari Maroko pernah singgah di Samudera Pasai pada 1345. Katanya, Pulau Sumatera kaya akan kapur barus, biji pinang, cengkeh, dan timah.

Apa yang ditulis Marco Polo dan Ibnu Batuta, kata Pak Sonny, benar adanya. Sebuah makam kerajaan ada di Samudera Pasai, berasal dari masa 1297 dan ditulis dalam bahasa Arab. Di Sumatera juga ditemukan keramik dari Vietnam dan Tiongkok. "Meskipun berupa pecahan tapi merupakan data berharga," kata Pak Sonny.

Temuan Prasasti Lobu Tua atau Prasasti Barus dari Desa Lobu Tua di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, cukup menarik perhatian. Prasasti itu berbahasa  Tamil dan bertarikh 1010 Saka  atau 1088 Masehi.

Prasasti itu menyebutkan serikat dagang bangsa Tamil di daerah Barus.  Di Barus mereka membeli berbagai komoditas dari penduduk setempat.

Nah, begitulah cerita tentang jalur rempah di Aceh dan Sumatera Utara. Secara lengkap, silakan kunjungi kanal Youtube BPCB Aceh [di sini].***  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun