Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dulu di Sumatera Pernah Beredar Uang Perkebunan

30 Oktober 2020   08:32 Diperbarui: 24 Desember 2021   10:50 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang perkebunan bertarikh 1888 (Foto: Museum Bank Mandiri)

Hari ini kita memeringati Hari Keuangan, yang berawal dari pidato Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa pada 30 Oktober 1946, akan beredar mata uang ORI (Oeang Repoeblik Indonesia) sebagai pengganti uang Hindia-Belanda dan uang pendudukan Jepang. Memang agak terlambat karena kita sudah merdeka pada 17 Agustus 1945. Namun lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?

Negara kita sangat kaya koleksi numismatik. Selain uang reguler berupa uang kertas dan uang logam (koin), di Nusantara pernah beredar uang perkebunan atau uang kebon, yang kadang-kadang disebut token. Token perkebunan banyak dikeluarkan perusahaan-perusahaan perkebunan di Sumatera Timur ketika itu.

Di Museum Bank Mandiri Jakarta, kita dapat menyaksikan salah satu token langka. Bentuknya identik dengan koin. Token tersebut berasal dari perkebunan tembakau dengan nilai 25 Sen. Dikeluarkan oleh Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) Sub Agen Medan pada 1888. Uang itu dibuat untuk mengimbangi peredaran mata uang Inggris dan uang kertas (kasorder) yang juga dicetak dan diedarkan oleh NHM Medan pada saat itu.  

Token perkebunan adalah mata uang yang hanya bisa diedarkan dan digunakan di kawasan perkebunan perusahaan tertentu. Artinya berlaku secara lokal. Pada token perkebunan umumnya tercantum nama perusahaan, lokasi perusahaan, tahun keluar token, dan nilai nominal token. Token perkebunan ini berfungsi untuk membayar upah para pekerja perusahaan. Para pekerja dapat membelanjakan uangnya pada pedagang di sekitar wilayah perkebunan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Rupanya para pedagang itu merupakan rekanan perusahaan yang dipilih berdasarkan sistem 'lelang'.

Berbagai bentuk uang perkebunan dari sejumlah wilayah (Foto: kintamoney.com)
Berbagai bentuk uang perkebunan dari sejumlah wilayah (Foto: kintamoney.com)
NHM

NHM didirikan oleh Raja Willem I di Belanda pada 1824. Setahun kemudian NHM membuka perwakilan di Batavia dengan nama Factorij Nederlandsche Handel-Maatschappij. Juga sering disebut Factorij atau Kompeni Kecil. NHM berhasil meluaskan ruang operasionalnya ke wilayah Nusantara dan mancanegara. Pada 1960  NHM dinasionalisasi oleh pemerintah RI bersama 18 cabangnya di Indonesia. 

Setelah itu, menjelma menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII). Kini gedung NHM menjadi milik Bank Mandiri, yang merupakan merger dari sejumlah bank pemerintah.  Salah satu gedung menjadi Museum Bank Mandiri, persis di seberang stasiun kereta api Jakarta-Kota.

Pelopor uang perkebunan mungkin Jacob Nienhuys. Pada 1869 pengusaha Belanda terkemuka ini bersama PW Janssen dan CG Clemen, mendirikan Deli Maatschappij.  Pada 1888 mereka membuka kantor NHM di Medan. Di perkebunan mereka mempekerjakan sekitar 3.000 tenaga kuli kontrak, 1.200 orang di antaranya kuli Tionghoa yang umumnya didatangkan dari Singapura dan Penang. Sebagian lainnya pekerja dari Jawa.

Ironisnya untuk mengetahui uang perkebunan ini kita hampir selalu memakai karya Scholten. Sementara ini ia mendata ada sejumlah 51 pembuat mata uang dan 195 jenis mata uang. 

Tercatat uang perkebunan memiliki nilai dollar dan sen dengan beragam bentuk. Tulisan yang ada adalah Belanda, Inggris, Cina, dan Jerman. Seperti halnya koin, uang perkebunan juga menjadi artefak yang bermanfaat untuk rekonstruksi sejarah.***

Sumber bacaan:
[Pertama]
[Kedua]

Catatan: Menurut numismatis senior, foto di bawah judul merupakan token fantasi karena hasilnya tidak rapi. Semoga ada kajian lebih lanjut. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun