Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Karena Wabah Penyakit di Batavia, Pusat Pemerintahan Pindah ke Weltevreden (Sekitar Lapangan Banteng)

22 Oktober 2020   17:32 Diperbarui: 23 Oktober 2020   21:41 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusat pemerintahan di Weltevreden (Foto: tembak layar dari makalah mbak Vivin)

Weltevreden kini menjadi Batavia Baru. Pada abad ke-19 Batavia Baru dikenal sebagai Ratu dari Timur. Begitu kata Mas Susmana.

Beliau menemukan informasi berbentuk syair karya Mas Marco Kartodikromo yang dimuat di Sinar Djawa pada 10 April 1918. Potongan syair itu berisi tentang 'penjara di Weltevreden'. 

Nah, di manakah letak penjara itu? Mungkinkah penjara Glodok? Tentu memerlukan penelitian lebih lanjut. "Mas Marco adalah murid dari Tirto Adhi Soerjo, seorang siswa dari STOVIA," kata Mas Susmana.

Dalam makalahnya mbak Vivin mengatakan bahwa sekitar 60 persen penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Berarti adanya arus urbanisasi. Dulu Jakarta sepi, kini ramai dan padat. Dulu kendaraan jarang, kini kendaraan melimpah. Begitu mbak Vivin menggambarkan.

Menurut mbak Vivin, problematika Jakarta bisa dilihat dari tingkat-tingkat dalam istilah perkotaan. Saat ini Jakarta menjadi kota metropolis, berarti kenampakan struktur ruang kota sudah berkembang cukup besar. 

Pengaruh kota sudah terasa hingga daerah sekitarnya sehingga banyak ditemukan kota satelit atau daerah penyokong kota utama. Di atasnya ada megalopolis, berarti perilaku manusia hanya berorientasi materi. Jangan sampai kita menjadi tiranipolis (awal kehancuran suatu kota) dan nekropolis (kota kematian).  

Mengingat sebagian besar penduduk kota, terutama Jakarta, adalah masyarakat menengah ke bawah, mbak Vivin berharap pemerintah mulai memikirkan transportasi massal yang aman dan nyaman. 

Transportasi massal itu berupa bus TransJakarta yang jumlahnya cukup banyak dan waktu kedatangannya cepat, terutama pada jam kerja. Juga kereta api, mengingat sebagian pekerja berdomisili di luar Jakarta.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun