Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memasyarakatkan Hasil Penelitian Arkeologi Lewat Film Animasi

20 Oktober 2020   14:16 Diperbarui: 20 Oktober 2020   14:47 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan arkeologi yang khas disebut ekskavasi atau penggalian arkeologis. Lewat kegiatan ini sering kali para arkeolog menemukan tinggalan-tinggalan masa lalu yang disebut artefak. Artefak masa lalu itu didokumentasikan, dianalisis, dan pada bagian akhir dipublikasikan.

Memasyarakatkan hasil penelitian arkeologi, begitu istilahnya. Benda-benda hasil temuan yang bisa dipindahkan kemudian disimpan dalam museum. Sementara yang berbentuk besar seperti candi, dibiarkan di tempat aslinya. Informasi hasil penelitian arkeologi juga dibuat dalam bentuk tulisan, misalnya di jurnal atau koran/majalah. Bahkan pada era digital ini, dipublikasikan dalam website (laman), media sosial, dan kanal berbagi video Youtube.

Animasi

Sejak beberapa tahun lalu, beberapa instansi arkeologi mulai memasyarakatkan hasil penelitian arkeologi lewat publikasi cetak. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan Balai Arkeologi (Balar) membuat Rumah Peradaban sekaligus menerbitkan buku pengayaan, antara lain dalam bentuk komik.

Baru pertama kali hasil penelitian arkeologi dibuat dalam bentuk animasi. Selasa, 20 Oktober 2020, Balar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meluncurkan film animasi bertajuk "Petualangan Arcil di Bumiayu Purba" lewat daring. Kegiatan dihadiri oleh Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Pak I Made Geria; Kepala Balai Arkeologi DIY, Pak Sugeng Riyanto; peneliti situs Bumiayu purba Prof. (Ris) Harry Widianto; dan beberapa kepala Balar serta UPT di DIY.

Menurut Pak Sugeng, animasi dibuat dengan alam pikiran anak-anak tingkat SD. Sementara menurut Pak Geria, animasi membuat bahasa ruwet menjadi ringan, terutama dalam bentuk virtual. "Semoga anak-anak bisa memahami potensi daerahnya yang memiliki kepurbakalaan," kata Pak Geria.

Arcil melihat manusia purba berburu hewan untuk makanan (Foto: screenshoot dari film animasi)
Arcil melihat manusia purba berburu hewan untuk makanan (Foto: screenshoot dari film animasi)
Arcil

Arcil merupakan singkatan Arkeologi Cilik. Dalam film animasi itu Arcil melihat bagaimana manusia purba Homo erectus membuat kapak genggam dengan batu kali yang dipukul-pukul.

Setelah tajam, kapak genggam itu digunakan untuk berburu hewan. Ada 4 hewan yang menjadi 'bintang', yakni kura-kura, kuda air, rusa, dan mastodon (gajah purba).

Menurut Pak Samuel Gandang dari ISI, animasi adalah sebuah seni dan metode untuk memanipulasi "obyek" agar tampak bergerak.

Animasi penting karena memampukan untuk bercerita, mudah dimengerti oleh semua kalangan (anak-anak dan dewasa), dapat menjelaskan sesuatu/peristiwa/fenomena yang tidak mungkin dijelaskan media lain (film), dan mengomunikasikan emosi dan ide dengan cara yang unik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun