Menurut Pak Nuh, pembangunan Museum Kepresidenan RI Balai Kirti dibuat dengan pertimbangan matang. Pak SBY pernah diskusi dengan Pak Nuh soal pergantian kekuasaan. Dari Pak Sukarno ke Pak Suharto berlangsung tidak nyaman. Begitu pula dari Pak Suharto ke Pak Habibie dan dari Gus Dur ke Ibu Megawati, juga berlangsung tidak nyaman.
Yang nyaman dari Pak SBY ke Pak Jokowi. "Jadi menyambung estafet antarpresiden merupakan bagian dari karakter," kata Pak Nuh.
Katanya, fungsi museum merupakan pengembangan pendidikan karakter, menginformasikan, sarana komunikasi antargenerasi, dan menggalang solidaritas kehidupan berbangsa melalui penguatan karakter. Dengan demikian museum menjadi jembatan untuk mengetahui capaian para presiden. Pertimbangannya adalah ingatan manusia mudah lupa. Nah, museum untuk menyegarkan ingatan atau memori kolektif tersebut.
Ibarat komputer, kata Pak Nuh, konten museum harus memiliki kontekstualitas. Ini banyak berubah, misalnya didigitalkan. Contoh lain, dalam komputer ada istilah ROM dan RAM. Berarti ada informasi yang tidak bisa dihapus dan ada yang bisa dihapus. Untuk melakukan pembaruan informasi tentu harus berkonsultasi dengan keluarga atau ahli waris. "Yang penting museum perlu mendekatkan teknologi agar atraktif," kata Pak Nuh. Â
Kita memiliki banyak warisan budaya yang penting bagi penguatan karakter. Semoga ada kolaborasi atau bantuan buat museum-museum swasta yang telah menjadi korban pandemi Covid.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H