Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hubungan Koin Batu Bahara dengan Kesultanan Batubara

18 Oktober 2020   08:15 Diperbarui: 18 Oktober 2020   08:28 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai temuan koin Batu Bahara (Foto: makalah Pak Saparudin Barus)

Pada 2018 Museum Uang Sumatera memperoleh koin Batu Bahara. Merasa penasaran, tim museum bersama Komunitas Telusur Sejarah (Koturah) menjelajahi kawasan Batu Bahara menggunakan metal detector. Akhirnya mereka menemukan sejumlah koin di kawasan pesisir bandar pelabuhan yang sekarang beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Di dekatnya terdapat makam tua dengan batu nisan abad ke-17---18. Menurut cerita penduduk, itu makam seorang Datuk atau Raja. Tinggalan-tinggalan itu belum tercatat oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh dan belum diteliti oleh Balai Arkeologi Sumatera Utara. 

Demikianlah informasi awal dari Pak Saparudin Barus, Kepala Museum Uang Sumatera dalam webinar bertopik "Menelusuri Jejak Sejarah Mata Uang Kesultanan Batubara" pada Sabtu, 17 Oktober 2020 malam.

Tercatat ada 4 lokasi penemuan koin Batu Bahara. Di Indonesia, ditemukan di Bengkalis dan Batubara. Menariknya, ditemukan pula di Pahang dan Malaka (Malaysia). Keempat lokasi merupakan jalur perdagangan internasional.

Menurut Pak Barus, di antara temuan koin Batu Bahara terselip pula koin Kesultanan Kedah dari masa Sultan Zainal Adilin Muazam Syah (1710-1778). Juga koin Kesultanan Aceh masa Ratu atau Sultanah (1641-1699).

Hasil bacaan epigrafi terhadap koin Batu Bahara (Foto: makalah Pak Candiki)
Hasil bacaan epigrafi terhadap koin Batu Bahara (Foto: makalah Pak Candiki)
Tulisan singkat

Keuntungan temuan koin tersebut adalah memiliki inskripsi atau tulisan singkat pada kedua sisi. Meskipun singkat, informasi tersebut sangat penting.

Dalam dunia arkeologi, artefak mata uang, keramik, dan prasasti memiliki tarikh mutlak. Khusus koin, banyak informasi terdapat di dalamnya.  Ilmu yang mempelajari koin disebut numismatik.

Sebenarnya sebagian besar kondisi koin temuan tersebut dalam kondisi kurang baik, seperti tulisannya samar, gripis, pecah, dan rapuh. Maklum, koin-koin tersebut kebanyakan terbuat dari timah. Hanya sebagian kecil dalam kondisi cukup baik dan terbaca teksnya.

Menurut analisis ahli epigrafi Islam, Pak Candiki Repantu dari Museum Al-qur'an, koin-koin tersebut tidak berasal dari satu daerah. Kemungkinan besar ada juga dari Aceh. 

Dari koin yang terbaca, antara lain menyebutkan nama Sulthan, daerah asal, dan tahun, yakni Sulthan Zainul Abidin, Sulthan Batu Bahara, mata uang Batu Bahara, dan tahun 1158 H.

Aksara dan bahasa yang digunakan, kata Pak Candiki, adalah aksara dan bahasa Arab asli, bukan Arab Melayu atau Jawi. "Pada koin setidaknya terdapat lima variasi teks, yakni nama sulthan, gelar sulthan, asal mata uang, asal raja, dan tahun pembuatan mata uang. Namun hanya tertulis satu jenis tahun, yakni 1158 H, yang jika dikonversi ke dalam tahun Masehi 1745/1746," kata Pak Candiki.

Dari pembacaan epigrafi tersebut maka muncullah asumsi adanya Kesultanan Batu Bahara pada abad ke-18 yang belum teridentifikasi. Karena koin menjadi bukti kedaulatan sebuah negara, tentu menjadi petunjuk penting.

Koin emas dari Kedah (Foto: makalah Pak Ibrahim)
Koin emas dari Kedah (Foto: makalah Pak Ibrahim)
Hubungan dengan Kedah

Pak Ibrahim Bakar dari Persatuan Sejarah Malaysia memaparkan hubungan Batu Bahara dengan Kedah dan juga Siak dan Aceh. Pak Ibrahim memberi contoh uang emas Sultan Kedah ke-12 (1602-1625 M) dan tulisan "Marhum mangkat di Acheh. Makam di Pagar Awan". Apakah Pagar Awan identik dengan Batu Bara, ini masih perlu pendalaman.

Kedah dan Batu Bahara, kata Pak Ibrahim, melakukan hubungan sejak lama. Pada 1723 orang Batu Bahara ramai berniaga di Pulau Pinang, Seberang Perai, dan Kedah.

Sejarah lisan ternyata menyebut-nyebut Kerajaan Batubara, sebagaimana diungkapkan Pak M. Yusuf Morna. Kerajaan Batubara berawal dari 1676-1680, didirikan oleh Datuk Belambangan, yang masih keturunan Raja Negeri Minangkabau. Keturunannya itu pergi ke Batubara dari Minangkabau dan Simalungun.

Datuk Belambangan, kata Pak Horna, bersama penduduk yang ada membuat sarana perkebunan dan perkampung di Kualagunung sehingga menjadi kampung yang maju dan dikenal daerah lain. Setelah maju, nama Kualagunung diubah menjadi Negeri Batubara. Datuk Belambangan menjadi penguasa dengan gelar Datuk Batubaro.

Pak Ichwan Azhari dari Universitas Negeri Medan ikut bicara. Beliau memaparkan adanya bukit kerang yang sudah ada di Batu Bara sejak zaman prasejarah. Temuan-temuan keramik asing juga ada di wilayah Batu Bara.

Acara webinar dibuka oleh Bupati Batubara Pak Zahir. Semoga nama Batubara semakin dikenal karena mengandung nilai sejarah tinggi. Penelitian lanjutan dan mendalam tentu harus tetap dilakukan dengan gotong royong bersama berbagai pihak.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun