Hari ini insan permuseuman merayakan Hari Museum Indonesia dalam kondisi terbatas. Maklum wabah pandemi masih belum surut. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya banyak kegiatan fisik, kali ini hanya pameran daring, diskusi daring, tur virtual, dsb.
Hari Museum Indonesia ditetapkan 12 Oktober berdasarkan penyelenggaraan musyawarah museum se-Indonesia pada 12-14 Oktober 1962 di Yogyakarta. Secara aklamasi tanggal tersebut diterima oleh para peserta Pertemuan Nasional Museum pada 2015 di Malang.
Biarpun secara daring, banyak rangkaian acara untuk menyambut Hari Museum Indonesia 2020. Acara akan berakhir pada  10 November 2020. Penyelenggara kegiatan adalah Asosiasi Museum Indonesia (AMI) dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan sebagai fasilitator. Sebagai organisasi profesi, AMI memiliki 19 AMIDA (AMI Daerah).
Kegiatan Hari Museum Indonesia 2020 juga didukung empat komunitas di Jakarta, yakni Komunitas Jelajah (Komjel), Komunitas Historia Indonesia (KHI), Komunitas Jelajah Budaya (KJB), dan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). Kali ini tema Hari Museum Indonesia adalah "Museum dan Solidaritas". Pembukaan acara akan diselenggarakan pada pukul 19.00 lewat kanal Youtube.
Sebenarnya berbagai kegiatan sudah dilaksanakan sejak awal Oktober. Ikatan Pemandu Museum Indonesia (IPMI) dan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) dengan dukungan Museum Kebangkitan Nasional menyelenggarakan BBM (Belajar Bersama Muskitnas) dengan topik kepemanduan dan komunikasi (berbicara dan menulis di media sosial). Museum Tekstil menghadirkan topik batik dan konservasi kain. Museum-museum di luar Jakarta juga menyelenggarakan acara-acara serupa.
Beberapa acara di Jakarta sempat saya pantau, bahkan mengikuti acara tersebut. Museum Kebangkitan Nasional, pukul 13-15 menampilkan diskusi daring soal strategi pegiat museum dalam menghadapi pandemi covid-19. Pembicaranya Mbak Afifa dari Museum di Tengah Kebun dan Mas Farid dari Himpunan Pramuwisata Indonesia, dengan moderator Mas Juniawan dari Museum Kebangkitan Nasional.
Mungkin sudah banyak kita ketahui bahwa dalam masa pandemi ini museum mengalami keterbatasan, seperti jumlah pengunjung hanya 50% dari kapasitas, bahkan menutup kunjungan publik, tergantung satgas covid pada masing-masing daerah.
Akibat ada protokol kesehatan, tentu saja banyak museum sepi pengunjung. Boleh dibilang jumlah pengunjung menurun drastis dibandingkan kondisi normal. Mengingat hal ini tentu saja museum perlu strategi. Museum-museum pemerintah yang mengandalkan dana APBN atau APBD memang tergolong aman. Lain halnya dengan museum-museum swasta yang tergantung penghasilan dari karcis masuk.
Museum di Tengah Kebun (MTK) yang merupakan museum pribadi boleh dibilang tidak memiliki kendala berarti. Maklum, almarhum Pak Sjahrial Djalil, pemilik museum ini, sudah menyediakan dana pada yayasan. MTK yang memiliki luas sekitar 4.200 meter persegi, hanya menerima kunjungan terbatas dengan perjanjian.
Menurut Mbak Afifa, MTK menyediakan e-formulir. Biasanya per rombongan pengunjung mencapai 15 orang. Namun dalam masa pandemi ini menjadi 7 orang. Cukup sesuai karena tiap ruangan koleksi di MTK relatif kecil.
Dampak pandemi juga dirasakan Mas Farid yang aktif di Jakarta Good Guide. Lewat kelompoknya, Mas Farid mengadakan tur virtual dalam bentuk live on the spot dan dengan bantuan google street.
Dalam bentuk terbuka, Mas Farid menggunakan Youtube, sementara kalau bersifat tertutup menggunakan Zoom. Mas Farid mengenakan donasi, namun tidak ditentukan berapa.
Tur virtual, kata Mas Farid, lebih fleksibel. Namun tidak bisa menggantikan pengalaman melihat langsung dengan mata kepala sendiri.
Buat Mas Farid dan rekan terjadi juga kendala, antara lain banyak pramuwisata belum familiar dengan teknologi, kadang cahaya kurang mendukung, bahkan internet lemot. Upaya lain mendapat penghasilan, menurut Mas Farid, adalah menjual paket tur virtual ke sekolah dan instansi.
Sorenya ada bincang dengan Mbak Nusi dari Museum Nasional dan Pak Nunus, seorang pemerhati budaya tentang tokoh Amir Sutaarga. Bincang itu diselenggarakan oleh Duta Museum DKI Jakarta, didukung AMI DKI Jakarta Paramita Jaya lewat Instagram.
Pak Amir Sutaarga adalah tokoh permuseuman yang diusulkan menjadi Bapak Permuseuman Indonesia. Seharusnya tahun ini beliau memperoleh Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintah RI. Sayang wabah pandemi menunda acara itu.
Malamnya, anak-anak muda dalam Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) mengadakan bincang Sepurmudaya (sejarah, purbakala, museum, budaya) lewat Instagram dengan topik "Ganesha Blusukan". Ganesha, maskot KPBMI dalam bentuk gajah yang dikenal dalam seni arca kuno, menjadi tokoh dalam bincang tersebut.
Masih banyak acara oleh ratusan museum di seluruh Indonesia. Nah, pantengin terus medsos yah.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H