Dalam kitab-kitab itu antara lain disebutkan kencur, gandapura, lengkuas, laos, dan jahe. Juga pengobatan untuk 50-an penyakit, seperti membunuh cacing, gigi, dan mejan.
Manfaat rempah-rempah bagi kesehatan memang sudah diterima oleh masyarakat secara luas, namun bagaimana membuktikan secara ilmiah menjadi tantangan tersendiri.Â
Pengalaman empiris dan testimoni pemakiai rempah-rempah tidak bisa dijadikan pembuktikan, begitu menurut Prof. Mustofa. Dengan demikian perlu penelitian yang memenuhi kaidah-kaidah ilmiah untuk memenuhi kemanfaatan rempah-rempah sebagai obat yang bermanfaat bagi kesehatan.
Menjadikan rempah-rempah sebagai obat modern memang harus melalui perjalanan panjang, antara lain uji klinis pada hewan. Lain halnya kalau rempah-rempah sebagai obat tradisional (fitofarmaka), cukup diambil ekstraknya.
Sejauh ini kata Prof. Mustofa, sudah ada beberapa penelitian tentang manfaat rempah-rempah.Â
Manfaat kunyit sebagai antikanker, antibakteria, antioksidan, anti-HIV, kemo-preventif, antidiabetes, dan antihiperlippidemia pernah dilakukan para peneliti dari beberapa negara. Begitu pun jahe sebagai imunomodulator, antimikroba, antioksidan, dan antikanker.
Di lingkungan keraton, kata GKR Bendara, rempah-rempah dipakai untuk berendam. Dipercaya rempah-rempah bisa menghaluskan kulit (kecantikan) dan menstimulasi peredaran darah (kesehatan).Â
Selain untuk kesehatan (perawatan tubuh), rempah-rempah dimanfaatkan untuk menolak bala. Banyak naskah tentang rempah-rempah yang ditulis Hamengku Buwono ke-2 hingga ke-5, namun sayangnya mereka tidak menuliskan takarannya.
Di luar itu GKR Bendara ikut memperkenalkan rempah kepada dunia. Banyak tamu diplomatik sering kali mengunjungi Keraton Yogyakarta. Mereka disuguhi makanan dan minuman berbahan rempah, antara lain bir Jawa dan wedang secang.
Meskipun dengan berbagai upaya, jamu kita belum dikenal baik oleh dunia. Lain halnya dengan jamu-jamu tradisional Tiongkok. Menurut Prof. Mustofa sudah sejak 2007 dicanangkan jamu dikenal dunia internasional.Â