Beberapa tahun lalu saya dapat warisan banyak sekali foto lama. Ada yang berukuran kecil seperti pasfoto, ada pula 6 cm x 6 cm, 6 cm x 9 cm, bahkan lebih besar dari itu. Namanya foto-foto lama, tentu saja masih berwarna hitam putih. Foto hitam putih ini memakai dua jenis kertas, yakni glossy (mengkilat) dan doff (tidak mengkilat).
Baru Minggu, 27 September 2020, saya pilah foto-foto itu berdasarkan ukuran. Puluhan foto sempat saya pindai lalu saya unggah di Facebook. Ada perbedaan hasil pindai. Yang menggunakan kertas glossy, hasil cukup bagus. Sebaliknya yang menggunakan kertas doff, kelihatan ada titik-titik.
Di antara banyak foto, ada beberapa yang menarik perhatian teman-teman Facebook. Salah satunya foto berlatar keraton Yogyakarta dengan tulisan "Universitit Negeri Gadjah Mada". Beberapa orang tampak berfoto dekat gerbang, yang masih menggunakan pagar bambu. Dari banyak foto yang rata-rata dari masa 1952-1955, tentu foto itu pun identik.
Saya coba telusuri tentang Universitas Gadjah Mada (UGM) dari laman www.ugm.ac.id. Â Ternyata Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX berperan dalam pendirian UGM.
UGM merupakan gabungan dari beberapa sekolah tinggi yang telah lebih dulu didirikan, di antaranya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, Sekolah Tinggi Teknik, dan Akademi Ilmu Politik yang terletak di Yogyakarta, Balai Pendidikan Ahli Hukum di Solo, serta Perguruan Tinggi Kedokteran Bagian Praklinis di Klaten, yang disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949 tentang Peraturan Penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universiteit.
Meski Peraturan Pemerintah yang menjadi pijakan berdirinya UGM tertanggal 16 Desember 1949, tanggal 19 Desember menjadi tanggal yang diperingati sebagai hari ulang tahun UGM karena lekat dengan peristiwa bersejarah bagi Bangsa Indonesia.
Saat diresmikan pembentukan Balai Perguruan Tinggi UGM pada 3 Maret 1946, Sultan HB IX dan Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Kurator Balai Perguruan Tinggi UGM. Aktivitas perkuliahan dilaksanakan di Pagelaran Keraton, tapi sempat berhenti saat terjadi Agresi Militer Belanda 1947-1949. Perkuliahan baru dimulai kembali setelah persetujuan Roem Royen.
Sultan HB IX memberikan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana perkuliahan, di antaranya menyediakan tempat perkuliahan di Sitihinggil, Pagelaran Kraton, dan gedung lainnya di sekitar kraton. Bahkan menyediakan tanah kraton untuk mendirikan kampus UGM yang sekarang, di wilayah Bulaksumur dan sekitarnya.
Pada 1951 pembangunan fisik kampus Bulaksumur dimulai. Pada 19 Desember 1959, bersamaan dengan diresmikannya Gedung Pusat oleh Presiden Soekarno, semua perkuliahan secara bertahap dipindahkan ke Bulaksumur.
Pada kurun 1950-1962 UGM meluluskan sejumlah mahasiswa, tapi belum ada istilah wisuda. Pelaksanaan upacara kelulusan dilaksanakan di Kampus UGM Mangkubumen yang kala itu masih berada dalam area Keraton Ngayogyakarta.
Pada kurun waktu tersebut belum ada istilah sarjana. Hingga 1962, gelar buat lulusan adalah Propaedeuse, Kandidat, Baccalauret I, Baccalauret II, Doktoral, Doktoral I, Doktoral II, Semi Arts, Arts, Insinjur, Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan, dan Apotheker. UGM menyelenggarakan upacara wisuda pertama pada 1963 Â di Sitihinggil, Yogyakarta.*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H