Pada masa berikutnya nama Sekolah Rakyat berganti Sekolah Dasar. Karena tidak ada catatan, tentu saja murid-murid zaman dulu memiliki kelebihan mengingat atau memahami apa yang disampaikan guru.
Baca juga : Mengenal Tradisi Makan Bajamba Masyarakat Minangkabau
Museum Adityawarman juga memiliki koleksi Kalam, alat tulis yang pernah digunakan oleh para murid zaman dulu. Secara historis alat tulis ini sudah digunakan sejak zaman kuno, Â seperti yang terdapat pada tulisan situs-situs Mesir kuno.Â
Mereka menggunakan kalam untuk menulis pada papyrus. Kalam biasanya terbuat dari sepotong buluh yang sudah dipotong memanjang menyerupai pena dengan ujung yang runcing. Kalam bisa juga dibuat dari Pakis Gunung, yang di Minangkabau disebut Batang Kalam. Begitu uraian Pak Wanofri.
![Cangklong koleksi Museum Adityawarman (Foto: Makalah Ibu Erniwati)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/09/25/sabak-03-5f6dde3ed541df25282fe283.jpg?t=o&v=555)
Cangklong atau pipa tembakau berkembang seiring tanaman tembakau menjadi komoditas penting di Sumatera Barat. Ketika itu terjadi peningkatan permintaan ekspor, di samping permintaan tanaman pala, gambir, getah, dan kulit manis. Untuk menambah jumlah ekspor, pemerintah pun memberikan kuasa kepada perkebunan swasta.
Di saat yang sama tembakau menjadi konsumsi baru oleh masyarakat pribumi. Masyarakat pun menghisap tembakau dengan berbagai cara, ada yang mengeringkan lembaran-lembaran daun tembakau yang kemudian melintingnya, ada juga yang menggunakan alat hisap yang dikenal dengan pipa tembakau atau cangklong.
Menurut Ibu Erniwati, budaya menghisap rokok memakai alat hisap/cangklong dipengaruhi oleh orang-orang Eropa. Orang-orang Eropa memperkenalkan alat hisap ini kepada raja-raja dan perangkat kerajaan sebagai hadiah.Â
Baca juga : Tari Piring sebagai Identitas Budaya Minangkabau
"Alat hisap ini juga menentukan derajat dan kelas sosial seseorang. Alat hisap dari tembaga menunjukkan kelas sosial yang tinggi, sedangkan alat hisap dari bambu menunjukkan kalangan rakyat biasa," kata Ibu Erniwati.
Banyak tanya jawab dalam kegiatan itu. Semoga menjadi masukan berharga buat Museum Adityawarman.***