Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Isu Penghapusan Mata Pelajaran Sejarah

22 September 2020   12:03 Diperbarui: 22 September 2020   12:11 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai buku sejarah (koleksi pribadi)

Yang namanya isu selalu ramai dipergunjingkan. Belum lama ini ada isu penyederhanaan kurikulum pendidikan. Salah satu dampaknya adalah penghapusan mata pelajaran Sejarah. 

Sontak banyak pihak ikut berkomentar terhadap isu tersebut, terutama Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah, hingga Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI). Belum lagi komunitas sejarah dan pemerhati sejarah.

Minggu malam 20 September 2020 saya baca di media daring dan lihat televisi, Mendikbud Nadiem A. Makarim mengatakan penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan hingga 2022. Ia juga menegaskan bahwa mata pelajaran Sejarah tidak akan dihapus.  

Buku Sejarah Nasional Indonesia 6 jilid (koleksi pribadi)
Buku Sejarah Nasional Indonesia 6 jilid (koleksi pribadi)
Sejarah dan kurikulum

Seingat saya, sewaktu saya SMP dan SMA saya pernah dapat mata pelajaran itu. Waktu itu saya menjadi generasi terakhir yang menggunakan kurikulum 1968. Di SMA saya mendapat pelajaran Sejarah sebelum penjurusan. Semester kedua saya masuk Jurusan IPA. Selanjutnya mata pelajaran Sejarah hanya diajarkan pada Jurusan IPS dan Jurusan Bahasa, nama waktu itu.

Setelah era saya, ada yang namanya PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Maklum, waktu itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat Pak Nugroho Notosusantio. Beliau memang seorang sejarawan.

Setelah itu saya tidak mengikuti perkembangan. Namun sejak 1990-an terjadi beberapa kali perubahan kurikulum pendidikan, seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Saya ingat ini zamannya anak-anak saya.

Baru tahun lalu saya berbincang dengan guru Sejarah. Ternyata untuk tingkat SMA, mata pelajaran Sejarah bergabung dengan IPS, yang terdiri atas empat disiplin, yakni Sejarah, Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi. Untuk tingkat SMP, Sejarah merupakan mata pelajaran sendiri.

Berbagai buku sejarah (koleksi pribadi)
Berbagai buku sejarah (koleksi pribadi)
Membosankan

Saya coba membuka www.kbbi.web.id. Di situ ada definisi sejarah, yakni asal-usul (keturunan) silsilah; kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau; ilmu sejarah.

Dari buku Mengerti Sejarah, saya temukan kata history. Kata history berasal dari Bahasa Yunani istoria yang berarti ilmu. Secara umum sejarah diartikan masa lampau umat manusia. Namun dalam Bahasa Jerman sejarah disebut Geschichte (dari kata Geschehen) yang berarti terjadi.

Dalam buku tersebut juga dikemukan bahwa setiap orang adalah sejarawan. Berarti kita ini termasuk sejarawan, meskipun kita sering terkendala oleh dokumen yang kurang lengkap. Sejak lama kata history sering diplesetkan menjadi his story. Ini karena ada faktor obyektif dan subyektif dalam menulis sejarah. Menyoal sejarah memang terkadang kontroversi.

Secara formal memang kata sejarawan disematkan kepada mereka yang berpendidikan S-1 di Jurusan atau Program Studi Sejarah atau Pendidikan Sejarah. Jurusan tersebut ada di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.

Dulu mata pelajaran Sejarah dianggap membosankan karena isinya hafalan melulu. Misalnya kapan terjadi Perang Diponegoro atau sebutkan alasan-alasan Diponegoro ditangkap Belanda. Namun kemudian mata pelajaran Sejarah dikaitkan dengan kunjungan ke museum. Soalnya museum dipandang sebagai lembaga pendidikan nonformal.

Soal sejarah juga bisa dilihat dari dua sisi. Contohnya soal Pangeran Diponegoro itu. Pihak Belanda mungkin menganggapnya pemberontak. 

Bayangkan, berapa banyak pasukan yang mereka kerahkan dan biaya yang mereka keluarkan untuk menghadapi Perang Diponegoro selama lima tahun (1825-1830).  Sebaliknya pihak kita pasti menganggapnya pahlawan karena mereka berjuang mengusir penjajah.

Bukti sejarah

Ilmu Sejarah berhubungan erat dengan Ilmu Arkeologi. Kalau ilmu Sejarah berkenaan dengan teks, ilmu Arkeologi merupakan sejarah tanpa teks (nontekstual). Arkeologi menggunakan data arkeologi berupa benda-benda temuan dan relief candi, misalnya. Kalau Sejarah menggunakan analisis terhadap sumber tertulis, Arkeologi menggunakan cara penafsiran  lewat benda atau artefak.

Nah yang menarik epigrafi atau ilmu yang mempelajari prasasti, menjadi kajian ilmu arkeologi. Meskipun di situ ada sumber tetulis, yakni berupa aksara-aksara kuno, namun karena tinggalan prasasti berasal dari abad ke-5 hingga ke-15, maka menjadi tanggung jawab arkeologi.

Karena itu arkeologi dihubungkan juga dengan sejarah kuno. Bidang sejarah mempelajari masa sekitar abad ke-16 hingga masa kini.   

Jelas, Sejarah adalah lambang kebesaran bangsa pada masa lampau. Banyak bukti sejarah bahwa dulu ada kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha dengan tinggalannya berupa Candi Prambanan dan Candi Borobudur. 

Juga ada kerajaan/kesultanan Islam seperti Demak dan Samudera Pasai. Bahkan ada tinggalan bercorak Kristen dan Tionghoa seperti gereja, makam, dan kelenteng. 

Belum lagi tinggalan-tinggalan sejarah/arkeologi berbentuk kecil yang disimpan di dalam museum.  Karena itulah bukti-bukti sejarah itu dilestarikan sampai kini untuk generasi mendatang.

Di negara-negara maju mata pelajaran sejarah justru diperbanyak. Maka karakter kepahlawanan mereka terbentuk sejak dini. Juga patriotisme tentang kehebatan nenek moyang mereka. Di sini seakan diabaikan. Sudah lama tidak ada pemutakhiran data masa lampau untuk buku-buku sejarah.

Ada buku Sejarah Nasional Indonesia (6 jilid) edisi pemutakhiran. Ada lagi buku Indonesia Dalam Arus Sejarah (9 jilid). Sayang buku-buku tersebut belum dibuat untuk kalangan siswa.

Memahami masa lampau ibarat memahami seni. Kalau sudah hobi selalu menarik. Semoga semakin banyak masyarakat yang memiliki apresiasi terhadap masa lampau.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun