Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dari Museum Arta Suaka Menjadi Museum Bank Indonesia

6 September 2020   13:48 Diperbarui: 6 September 2020   13:46 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan saya di tabloid Mutiara (koleksi pribadi)

Pada akhir 1988 saya pernah wawancara sekaligus meliput Museum Arta Suaka. Museum itu terletak di Jalan Kebon Sirih 78, Jakarta Pusat, tepatnya di lantai 6 gedung Bank Indonesia. Bank Indonesia sendiri berkantor pusat di Jalan M.H. Thamrin No. 2. Meskipun berbeda nama jalan, namun keduanya berada dalam kompleks yang sama.

Dulu belum ada gedung yang menjulang. Barulah pada masa kemudian Bank Indonesia memiliki gedung modern. Bahkan sering kali disebut-sebut. Maklum halte TransJakarta di depan Gedung Bank Indonesia bernama Bank Indonesia atau disingkat BI.

Buku katalogus Museum Arta Suaka (koleksi pribadi)
Buku katalogus Museum Arta Suaka (koleksi pribadi)
Arta Suaka

Dulu Museum Arta Suaka belum terbuka bebas untuk umum. Mungkin karena faktor keamanan. Biasanya tamu-tamu Bank Indonesia diajak ke sini. Masyarakat umum sebenarnya bisa ke sini asalkan mengajukan surat permohonan ke Direksi Bank Indonesia melalui Kepala Urusan Pengedaran Uang.

Saya pun harus mengajukan permohonan seperti itu lengkap dengan wawancara tertulis. Perlu waktu beberapa lama untuk menunggu jawaban dari Bank Indonesia. Jawaban diberikan secara tertulis melalui pos. Bayangkan lamanya korespondensi waktu itu.

Setelah datang jawaban, barulah saya dan fotografer berkesempatan ke sana. Selain wawancara dengan pemandu, juga mengambil foto untuk kelengkapan tulisan. Tulisan tentang Museum Arta Suaka dimuat dalam tabloid Mutiara, No. 444 Jan-Feb 1989. Terlampir tulisan tersebut.

Tulisan saya di tabloid Mutiara (koleksi pribadi)
Tulisan saya di tabloid Mutiara (koleksi pribadi)
Museum Arta Suaka diresmikan pada 21 Maret 1978 oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu, Rachmat Saleh. Arta berarti uang dan suaka berarti tempat perlindungan, begitulah arti kata arta suaka.

Koleksi Museum Arta Suaka berupa uang kertas dan uang logam (koin), mulai dari zaman kerajaan kuno sampai periode Bank Indonesia. Persis seperti koleksi Museum Bank Indonesia sekarang. Cuma dulu penataan di Museum Arta Suaka belum semegah penataan di era digital ini. Dulu penataan masih tradisional, hanya ditempatkan di lemari kayu berkaca.

Ketika itu ada beberapa koleksi yang tergolong unik dan langka. Misalnya saja koin perunggu 0,25 Cent keluaran 1934, yang menjadi satu-satunya koin percobaan. Ada lagi surat perjanjian dagang dari masa VOC (1602-1799) mempergunakan darah untuk menunjukkan keotentikan.

Surat permohonan wawancara 1988 (koleksi pribadi)
Surat permohonan wawancara 1988 (koleksi pribadi)
Museum Bank Indonesia

Seiring perkembangan Kotatua Jakarta, Museum Bank Indonesia pun hijrah ke sana.   Peresmian Museum Bank Indonesia dilakukan melalui dua tahap. Peresmian tahap I atau populer disebut soft opening pada 15 Desember 2006 oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu, Burhanuddin Abdullah. Selanjutnya peresmian tahap II atau grand opening pada 21 Juli 2009 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Kini Museum Bank Indonesia telah menjadi museum modern. Pada kondisi normal, museum ini buka Selasa hingga Minggu. Setiap Senin museum libur. Museum Bank Indoneia mudah didatangi karena terletak dekat perhentian terakhir stasiun TransJakarta di Jakarta-Kota, tepatnya di Jalan Pintu Besar Utara.  Di dekatnya pun ada stasiun kereta api Jakarta Kota. Kalau belum puas ke Museum Bank Indonesia, ada beberapa museum di dekatnya, yakni Museum Bank Mandiri, Museum Wayang, Museum Sejarah Jakarta, dan Museum Seni Rupa dan Keramik.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun