Di kalangan ilmuwan atau akademisi yang bergerak di bidang humaniora atau sosial budaya, nama Leiden di Belanda sudah dikenal sejak lama. Â Banyak intelektual hampir selalu pergi ke sana dalam rangka mencari sumber referensi tentang Indonesia masa lampau.Â
Di sana memang ada gudang ilmu pengetahuan tentang Indonesia. Namanya KITLV, singkatan dari Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde atau Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Carribbean Studies, Lembaga Studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda.
KITLV memiliki sekitar 600 ribu buku.  Hampir semua buku tentang Indonesia ada di sana, seperti  tentang sejarah, arkeologi, bahasa, dan sastra. Buku-buku itu ditulis dalam berbagai bahasa. Â
KITLV tidak hanya mengumpulkan buku, tapi juga melakukan penelitian dan menerbitkan buku dan majalah mengenai hasil penelitian itu. Salah satu publikasi KITLV itu berupa  jurnal ilmiah yang disebut Bijdragen Tot deTaal-, Land- en Volkenkunde, populer disebut BKI.
![Kuitansi iuran tahunan 2003 (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/07/17/kitlv-01-5f1143f8097f363b157d8322.jpg?t=o&v=770)
KITLV adalah penyelamat buku-buku tua dan tulisan-tulisan lain tentang Indonesia. Sumber-sumber itu disimpan dalam bentuk mikrofilm atau mikrofiche dan digitalisasi. Â
Untuk mengakses bahan-bahan yang sudah didigitalisasi, orang tidak perlu lagi datang mengunjungi perpustakaan. Sejak lama keberadaan internet sangat membantu pencarian akses karya-karya ilmiah di KITLV. Tentu saja syarat utama harus menjadi anggota KITLV.
KITLV berdiri pada 4 Juni 1851. Â Kota kelahiran KITLV adalah Delft. Pada awalnya tujuan pendirian KITLV adalah memajukan ilmu bahasa, budaya, dan sejarah Hindia Belanda dalam arti yang seluas-luasnya. Pada 1865 anggaran dasar KITLV diubah, sehingga bidang yang ditangani KITLV diperluas sampai meliputi semua daerah jajahan Kerajaan Belanda. Tiga tahun kemudian (1868) KITLV berpindah dari Delft ke Den Haag.
Pada 1966 KITLV pindah ke Leiden, menempati salah satu ruangan di Universitas Leiden. Â Pada awal pendiriannya (1851), jumlah anggota KITLV hanya 100. Pada 1951 menjadi 400. Pada akhir 2001 jumlah anggota KITLV sekitar 2.500 orang, 1.000 di antaranya tersebar di berbagai negara.Â
Di Indonesia sendiri jumlah anggota KITLV merupakan mayoritas, yakni sekitar 500 orang. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai arkeolog, sejarawan, antropolog, politikus, wartawan, ahli bahasa, sosiolog, dsb.
![Kuitansi pembelian buku pada 1986 hanya 8.000-an per buku (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/07/17/kitlv-03-5f1142b3d541df0af4460d02.jpg?t=o&v=770)
KITLV atau Lembaga Bahasa, Budaya, dan Sejarah, membuka perwakilan di Indonesia pada 1969 dan berkedudukan di Jakarta. Dalam beraktivitas, KITLV bekerja sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Saya sendiri menjadi anggota KITLV sejak 1981. Ketika itu masih menjadi mahasiswa arkeologi UI.
Saya ingat kantor perwakilan KITLV berada di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Menempati ruangan mirip garasi mobil. Saya lupa iuran tahunannya berapa. Namun waktu itu setiap anggota akan mendapatkan majalah BKI 4 kali setahun. Dalam pembelian buku, setiap anggota mendapat diskon 40%, kemudian turun menjadi 25%.
Saya sering juga membaca buku di Perpustakaan KITLV Jakarta. Karena itu saya kenal baik dengan petugas administrasi KITLV, Pak Bambang. Dengan pimpinan KITLV Jakarta saya pun kenal baik. Namanya Pak Jaap Erkelens. Maka saya sering dihadiahi beberapa publikasi KITLV seperti Excerpta Indonesica dan Verhandelingen. Â Â
KITLV sering bekerja sama dengan beberapa penerbit swasta. Buku yang pernah diterbitkan antara lain Belanda di Irian Jaya (bekerja sama dengan Penerbit Garba Budaya, 2001), Kenang-kenangan Pangrehpraja Belanda 1920-1942 (Penerbit Djambatan, 2001), Mohammad Hatta (Penerbit Djambatan, 2002), dan Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 (Pustaka Sinar Harapan, 2004).
![Sebagian koleksi pribadi terbitan KITLV (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/07/17/kitlv-04-5f11433cd541df13663ba163.jpg?t=o&v=770)
Saya sendiri masih memiliki puluhan majalah BKI sebagai koleksi pribadi. Kalau tidak kena rayap, mungkin koleksi saya banyak sekali. Buku-buku dan kamus yang berkenaan dengan arkeologi saya pun punya beberapa eksemplar.
Sayang kemudian keberadaan KITLV terdesak internet. Sejak 2014 KITLV tidak mengeluarkan majalah BKI versi cetak. Namun KITLV tetap memiliki kantor perwakilan di Gedung Erasmus Huis Jakarta. Sekarang untuk mempermudah masyarakat, KITLV bisa diakses secara daring. Bukan hanya publikasi, foto-foto dan peta-peta lama Indonesia ada di sana.
Sungguh ironis, bangsa lain yang tekun memperhatikan segala masalah tentang Indonesia. Sudah saatnya kaum intelektual Indonesia sendiri, tentu dengan dukungan pemerintah, mendirikan lembaga ilmiah sejenis yang mampu bertahan lama.***
Â
Â
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI