Gangga mahir demikian karena ia juga mendalami ilmu astronomi dan astrologi India. Bahasa Jawa Kuno merupakan perkembangan dari Bahasa Sanskerta yang berasal dari India yang tentu berkaitan. Ia aktif di kegiatan astronomi yang diselenggarakan Planetarium Jakarta. Untuk memadukan hobinya melihat benda langit, Gangga memiliki teropong panjang. Â
Hasil penelitiannya itu, ia tuangkan dalam berbagai tulisan. Tulisan berjudul "Posisi Bulan dan Matahari Berdasarkan Unsur-unsur Penanggalan Prasasti", ia persembahkan untuk gurunya menyambut 72 tahun Prof. Edi Sedyawati (2010).
Tulisan lain banyak dipublikasikan media cetak dan buletin/jurnal ilmiah. Bahkan ia menulis buku, baik prasasti maupun numismatik, yang sering menjadi acuan para peneliti selanjutnya.
Jabatan terakhir beliau di Museum Nasional adalah Kepala Bidang Kajian dan Pengembangan.
Gangga termasuk orang yang tidak ambisius. Ia tidak ingin memiliki gelar tinggi. Sebenarnya pada 1990-an ada tawaran untuk melanjutkan ke jenjang magister arkeologi di UI. Namun Gangga menolak dengan berbagai alasan. Akibatnya, yunior-yuniornya menyandang titel M.Hum (Magister Humaniora), Gangga tetap S.S (Sarjana Sastra) karena waktu itu bernama Fakultas Sastra UI.
Berkat ketertarikannya kepada astronomi dan astrologi, Gangga pernah belajar astrologi India. "Gue mau jadi peramal kayak elo," katanya suatu ketika saya. Saya memang dikit-dikit belajar astrologi Barat dan astrologi Tiongkok. Â
Ternyata astrologi India yang ia pelajari sungguh unik. Data kelahiran pada tahun Masehi, ia konversikan dulu ke dalam tahun Saka. Bayangkan, dari tahun sonar ke tahun lunar.
Sekitar 5 tahun lalu saya pernah diramal beliau. Hasilnya begini: Â
Jika dikonversi ke dalam "panchagam" Astrologi India adalah sebagai berikut: