Meskipun di masa pandemi, Asosiasi Museum di DKI Jakarta atau Paramita Jaya tetap menyelenggarakan Temu Mugalemon (Museum, Galeri, Monumen). Namun kali ini kegiatan dilakukan secara daring lewat aplikasi Zoom dan Instagram.
Tiga narasumber yang tampil adalah Ibu Ajeng Arainikasih (Dosen Museologi FIB UI), Ibu Dewi Soeharto (Yayasan Mitra Museum Jakarta), dan Pak Amat Kusaini Al Alexs (koordinator pemandu di Museum Sejarah Jakarta). Kegiatan Temu Mugalemon berlangsung pada Rabu, 15 Juli 2020 pukul 10.00-12.00.
Ibu Ajeng berbicara soal edukator museum. Katanya, edukator bertugas merancang program edukasi di museum, mensosialisasikan program (ke tim), menjalankan program edukasi, dan mengevaluasi program. Rancangan program itu harus active learning.
Menurut Ibu Ajeng harus ada kunjungan khusus untuk anak-anak, mulai dari PAUD hingga SMA. Setiap tingkat pendidikan membutuhkan penanganan yang berbeda. Demikian untuk para lansia agar mereka tidak terkena penyakit lupa.
Di masa pandemi ini memang pengunjung museum terkena pembatasan. Sesuai protokol kesehatan pengunjung museum yang dibolehkan hanya 50 persen dengan lama waktu kunjung terbatas. Dari sinilah, menurut Ibu Ajeng, kita perlu mempertimbangkan kualitas, bukan kuantitas.
Rombongan anak sekolah usia SD, misalnya, harus diatur dalam kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri atas anak sekolah, guru pendamping, dan edukator museum. Jumlah anggota rombongan tergantung besar ruangan masing-masing museum.
"Buat pilihan tema khusus untuk kunjungan. Beri mereka lembar kerja yang bisa dikembangkan dengan permainan tertentu yang dapat dikerjakan dalam durasi tertentu. Sediakan aktivitas lain selain guided tour, misalnya kegiatan membuat prakarya dan eksperimen," kata Ibu Ajeng. Â
Ibu Dewi, selain aktif di YMMJ juga aktif di Sekolah Cikal (Cinta Keluarga) dan Sekolah.mu. Dengan demikian, upayanya berhasil mendekatkan museum kepada anak dengan menghadirkan museum di sekolah dipadu dengan variasi aktivitas tanpa menghilangkan etika ke museum. Sekolah Cikal bertujuan memancing minat serta menjadi media pembelajaran untuk beragam mata pelajaran.
Lewat Sekolah.mu, Ibu Dewi berupaya menghadirkan museum melalui penyediaan program belajar jarak jauh menarik bagi masyarakat dengan variasi aktivitas online tanpa menghilangkan pengalaman museum serta offline terbatas.
Berbagai peraturan untuk petugas dan pengunjung pun dikeluarkan. Akibat pembatasan dan peraturan memang jumlah pengunjung masih sedikit.
Dari Temu Mugalemon itu terungkap banyak museum swasta mengalami kendala dana. Mereka harus mengeluarkan ini itu untuk menjalankan protokol kesehatan. Di pihak lain pemasukan dari tiket terbilang minim. Maklum pengunjung juga masih enggan datang ke museum.
Museum-museum pemerintah sendiri aman dari dana karena menggunakan APBN atau APBD. Ada rencana Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Pusat akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk membicarakan masalah ini.
Di Kemdikbud, ada tiga direktorat yang berhubungan dengan museum, yakni Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, serta Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan.
Kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir. Kalaupun sudah berakhir, belum tentu pemasukan museum-museum swasta akan kembali normal dalam waktu singkat.
Pandemi yang melanda dunia, memang telah membuat terpuruk segala bidang, termasuk museum. UNESCO dan Dewan Museum Internasional memperkirakan sejumlah museum yang sekarat di masa pandemi akan tutup secara permanen. Â Semoga masih ada gotong-royong di antara insan-insan permuseuman kita.*** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H