Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata Menggambar Tokoh pada Uang Kertas Butuh Waktu 3-4 Bulan

10 Juli 2020   19:16 Diperbarui: 10 Juli 2020   19:06 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atas: Sri Sultan HB IX, Bawah: Sukarno-Hatta (Dok. Pak Berthold)

Masih dalam rangka memutus atau menekan laju persebaran pandemi Covid-19, Museum Kepresidenan Balai Kirti kembali menyelenggarakan acara bincang santai secara daring. Kegiatan itu diberi nama Sersan DM#5, artinya Serius Tapi Santai Bincang di Museum untuk ke-5 kali. 

Kali ini topik yang diambil adalah "Presiden dan Wakil Presiden dalam Mata Uang Republik Indonesia". Museum Kepresidenan Balai Kirti terletak di dalam kompleks Istana Bogor.

Empat orang menjadi narasumber dalam kegiatan itu, yakni Pak Saparudin Barus (Kepala Museum Uang Sumatera),  Ibu Winarni (Museum Bank Indonesia), Pak Berthold Sinaulan (Arkeolog, pewarta, dan kolektor), dan Pak Mujirun (Pensiunan Peruri, Engraver). Acara dimoderatori oleh Pak Harry Trisatya dari Museum Kepresidenan. Selain lewat aplikasi Zoom, kegiatan disiarkan juga lewat kanal Youtube.

Wajah Presiden Sukarno pada ORIDA (Dok. Museum Uang Sumatera)
Wajah Presiden Sukarno pada ORIDA (Dok. Museum Uang Sumatera)
Sukarno terbanyak

Wajah Presiden Sukarno terbanyak terdapat dalam berbagai penerbitan uang kertas, yakni ORI I, ORI II, ORI III, ORI IV, dan ORI Baru, dari 1945-1949. 

ORI adalah singkatan dari Oeang Repoeblik Indonesia. Berikutnya terpampang juga pada OERIPS (Oeang Repoeblik Indonesia Propinsi Sumatera) dan uang kertas RIS (Republik Indonesia Serikat). Wajah Presiden Sukarno terlihat beragam. Mungkin karena teknologi cetak waktu itu masih sederhana. 

Lagi pula pada masa revolusi fisik 1947-1949, ada tekanan fisik dari militer Belanda sehingga berbagai daerah di Sumatera dan Jawa mengeluarkan uang darurat yang disebut ORIDA (ORI Daerah).

Mulai 1952 peredaran uang kertas dipegang oleh Bank Indonesia. Wajah Presiden Sukarno kembali terpampang pada uang kertas Seri Sukarno, mulai dari Rp 5 hingga Rp 1000 (1960). 

Berikutnya keluar nominal kecil Rp 1 dan Rp 2,50 dalam seri Sukarno Borneo (1961). Peredaran uang ini terbatas di Kalimantan Utara. Seri Sukarno dengan emisi Rp 1 dan Rp 2,50 terbit lagi untuk edisi nasional pada 1964. Seri Sukarno diterbitkan pula untuk Irian Barat dan Riau.

Selain pada uang kertas, wajah Sukarno juga terpampang pada uang logam (koin) yang khusus berlaku di Riau dan Irian Barat. Koin itu bernominal 1, 5, 10, 25, dan 50 sen. Ada lagi wajah Sukarno pada koin khusus yang disebut uang komemoratif.

Kata Pak Barus, malah ada wajah Sukarno pada uang uka-uka atau uang suvenir. Uang ini biasanya untuk keperluan mistik.

Dari kiri atas serah jarum jam: Pak Berthold, Pak S. Barus, Pak Mujirun, dan Ibu Winarni (Dokpri)
Dari kiri atas serah jarum jam: Pak Berthold, Pak S. Barus, Pak Mujirun, dan Ibu Winarni (Dokpri)
Wakil presiden

Menurut Pak Berthold, ada dua wakil presiden yang wajahnya tergambar pada uang kertas, yakni Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sementara Boediono, bukan wajahnya yang terpampang, tapi tanda tangannya. Ketika itu sebelum menjadi wakil presiden, Boediono pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia.

Soal tanda tangan pula yang ditanyakan peserta kegiatan, " Mengapa bukan Presiden atau Menteri Keuangan yang menandatangani uang". Menurut Pak Berthold, karena peredaran uang sudah menjadi kewenangan Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia, maka Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Gubernur yang berhak menandatangani uang.

Berbagai wajah tokoh-tokoh kita, termasuk presiden, ini bisa disaksikan di Museum Bank Indonesia. Ibu Winarni juga mengulas tentang peran Bank Indonesia dan Peruri atau Percetakan Uang Republik Indonesia.

Atas: Sri Sultan HB IX, Bawah: Sukarno-Hatta (Dok. Pak Berthold)
Atas: Sri Sultan HB IX, Bawah: Sukarno-Hatta (Dok. Pak Berthold)
Engraver

Ikut bercerita Pak Mujirun. Ia dikenal sebagai engraver uang. Istilahnya delinavit. Biasanya ada kata DEL di bagian kiri bawah uang kertas.

Pak Mujirun bekerja sebagai pelukis tokoh utama pada uang kertas. Namun ia bukan sembarang melukis. Lebih tepat dibilang pencungkil, katanya. Ia melukis pada plat tembaga dan plat baja, bukan pada kertas. Jadi tingkat kesulitannya tinggi. "Gambar itu dicocok-cocok berupa titik-titik. Pernah untuk mata saja yang besarnya kurang dari 1 mm, butuh waktu lama," kata Pak Mujirun.

Selama kariernya Pak Mujirun telah membuat cukilan pada 13 uang kertas, di antaranya bergambar Presiden Suharto. Satu gambar biasanya diselesaikan selama 3-4 bulan. Pada 2008 Pak Mujirun pensiun.

"Ini pekerjaan langka. Paling ada 10 orang, gabungan senior dan yunior," kata Pak Mujirun.

Waktu dua jam untuk kegiatan daring terasa masih kurang. Banyak pertanyaan belum terjawab karena alokasi waktu. Semoga masih ada kegiatan selanjutnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun