Menurut Pak Berthold, ada dua wakil presiden yang wajahnya tergambar pada uang kertas, yakni Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sementara Boediono, bukan wajahnya yang terpampang, tapi tanda tangannya. Ketika itu sebelum menjadi wakil presiden, Boediono pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia.
Soal tanda tangan pula yang ditanyakan peserta kegiatan, " Mengapa bukan Presiden atau Menteri Keuangan yang menandatangani uang". Menurut Pak Berthold, karena peredaran uang sudah menjadi kewenangan Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia, maka Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Gubernur yang berhak menandatangani uang.
Berbagai wajah tokoh-tokoh kita, termasuk presiden, ini bisa disaksikan di Museum Bank Indonesia. Ibu Winarni juga mengulas tentang peran Bank Indonesia dan Peruri atau Percetakan Uang Republik Indonesia.
Ikut bercerita Pak Mujirun. Ia dikenal sebagai engraver uang. Istilahnya delinavit. Biasanya ada kata DEL di bagian kiri bawah uang kertas.
Pak Mujirun bekerja sebagai pelukis tokoh utama pada uang kertas. Namun ia bukan sembarang melukis. Lebih tepat dibilang pencungkil, katanya. Ia melukis pada plat tembaga dan plat baja, bukan pada kertas. Jadi tingkat kesulitannya tinggi. "Gambar itu dicocok-cocok berupa titik-titik. Pernah untuk mata saja yang besarnya kurang dari 1 mm, butuh waktu lama," kata Pak Mujirun.
Selama kariernya Pak Mujirun telah membuat cukilan pada 13 uang kertas, di antaranya bergambar Presiden Suharto. Satu gambar biasanya diselesaikan selama 3-4 bulan. Pada 2008 Pak Mujirun pensiun.
"Ini pekerjaan langka. Paling ada 10 orang, gabungan senior dan yunior," kata Pak Mujirun.
Waktu dua jam untuk kegiatan daring terasa masih kurang. Banyak pertanyaan belum terjawab karena alokasi waktu. Semoga masih ada kegiatan selanjutnya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H