Terakhir saya ke Museum Adam Malik pada 1992 sebagaimana tertera pada karcis. Untuk dewasa, tiketnya Rp 1.000. Cukup mahal untuk ukuran waktu itu, tapi dimaklumi karena merupakan museum swasta. Kalau tidak salah, waktu itu tiket Museum Nasional dan Museum Sejarah Jakarta cuma Rp 100.
Memang kita sayangkan hilangnya salah satu gedung yang memamerkan benda-benda sejarah dan budaya. Tugas kita sekarang tentunya adalah melacak di mana tinggalan-tinggalan arkeologi yang pernah menjadi koleksi museum. Soalnya, hampir semua koleksi tergolong kategori adikarya.
Mendirikan museum itu gampang, tapi memelihara museum yang sulit. Generasi sekarang peduli museum, generasi mendatang belum tentu peduli museum. Hal ini perlu dipahami pengelola museum swasta/pribadi.***
"Masih banyak yang tersebar ke perseorangan dan kolektor, seperti di Pak Jalil kolektor di jalan Kemang, Pak Hasyim di Museum Radya Pustaka. Sejak reformasi 98 peredaran benda-benda cagar budaya tidak teratur dan nggak bener. Banyak bangunan bersejarah yang terbengkalai,"ungkap Bambang.
Selain itu, upaya pembongkaran dan perusakan itu juga didukung dan dibekingi oleh para pejabat yang duduk di partai politik yang dekat dengan poros kekuasaan. Tidak hanya benda-benda purbakala saja, pengerusakan dan pemusnahan bangunan kuno bersejarah juga dilakukan tanpa pertimbangan tempat itu bagian dari sejarah.
"Termasuk bekas bangunan kantor Purbakala sendiri di Jl Cilacap Jakarta dibongkar juga. Ya maaf kalau dari anda ada orang Demokrat. Orang Demokrat yang ada di belakang mereka. Rumah cantik di Teuku Cik Di Tiro, Menteng kabarnya Ibas (Putra Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono) yang ada di belakang mereka. Juga di tempat lain Pabrik es yang dipertahankan sama Jokowi yaitu di Saripetojo," pungkas Bambang. [hhw]