Pak Wisnu mengharapkan adanya kerja sama untuk mengungkap banyak sisi dari numismatik, misalnya dengan sejarawan dan arkeolog. Dalam arkeologi memang banyak ditemukan koin-koin kuno, antara lain di situs Trowulan dan Banten Lama.
Di Banten Lama banyak ditemukan koin Tiongkok dan itu berlaku di sana. Pada masa kemudian koin Tiongkok diganti karena menurut Pak Wisnu, dinasti Ming pernah melarang ekspor koin.
Pembicara ketiga Ibu Winarni dari Museum Bank Indonesia. Ia menceritakan koleksi-koleksi yang ada di Museum BI, dimulai dari koleksi uang kerajaan kuno yang umumnya terbuat dari emas dan perak. Lalu uang masa De Javasche Bank, cikal bakal Bank Indonesia. Setelah itu ada uang masa Pendudukan Jepang, uang masa RI, dan uang Bank Indonesia. Di Museum BI koleksi uang-uang lama sangat banyak. Koleksi uang mancanegara ada juga di sini.
Kegiatan webinar dibuka oleh Kepala Museum BI Pak Dandy Indarto Seno. Dalam kata pengantar pembukaan acara, Pak Dandy mengatakan pengelolaan uang rupiah ada enam tahap, yakni perencanaan, pencetakan, pengeluaran, peredaran, pencabutan/penarikan uang, dan pemusnahan.
Banyak pertanyaan dari para peserta yang umumnya masyarakat awam. Misalnya bagaimana kiat dan trik dalam membedakan uang asli dan palsu, bagaimana menyimpan uang yang baik, dan bagaimana perawatan uang-uang logam yang usianya sudah berabad-abad. Ada lagi tentang hukum yang mengatur proses jual beli uang kuno, apa maksud kata spesimen, kenapa bisa ada uang-uang daerah, apa wewenang Peruri dan BI, bagaimana menentukan harga uang, dan kenapa disebut uang merah.
Pihak Museum BI menilai waktu dua jam tidak cukup untuk membahas persoalan numismatik. Rencananya masih ada rangkaian webinar tentang numismatik.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H