Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masyarakat Awam Terpuaskan dalam Bincang Asyik Keramik dan Tembikar bersama Arkeolog

20 Juni 2020   19:12 Diperbarui: 20 Juni 2020   19:27 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Temuan-temuan dari Danau Matano (Dok. Puslit Arkenas)

Temuan-temuan dari Danau Matano (Dok. Puslit Arkenas)
Temuan-temuan dari Danau Matano (Dok. Puslit Arkenas)

Tembikar Matano

Kalau pembakaran keramik di atas 1.000o C, pembakaran tembikar 800o-1.000o. Maklum, keramik umumnya berbahan kaolin yang lebih keras daripada tanah liat pada tembikar. Seperti halnya keramik, benda tembikar pun bisa berupa wadah dan non-wadah.

Tembikar Matano berasal dari Danau Matano, di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Danau ini memiliki kedalaman 590 meter. Menurut lembaga WWF, danau ini merupakan danau terdalam di Asia Tenggara serta terdalam kedelapan di dunia. Di Danau Matno, kata Ibu Triwuryani, tinggalan arkeologi berupa fragmen tembikar ditemukan pada kedalaman 3-12 meter.

Nah, mengapa benda-benda itu bisa berada di dalam danau, tentu masih memerlukan penelitian lebih lanjut? Mungkin saja sebagai benda upacara atau benda yang gagal rampung sehingga dibuang.

Tentang fungsi benda-benda tersebut, arkeolog biasanya menentukan berdasarkan konteks temuan atau keberadaannya ketika ditemukan. Hal yang perlu dilihat adalah bentuk, teknik buat, teknik pakai, teknik hias, sumber bahan, persebaran, serta kandungan mineral di dalamnya. "Yang menarik periuk Matano selain sebagai wadah bahan mentah masyarakat lokal juga untuk konsumsi ekspor," kata Ibu Triwuryani.

Bincang Asyik secara daring ini diikuti sekitar 100 peserta dari seluruh Indonesia, bahkan ada dari Malaysia dan Korea. Itulah keunggulan acara daring, murah meriah. Namun ada juga kendalanya seperti suara tidak terdengar atau sinyal turun-naik. Masyarakat awam terpuaskan sebagaimana komentar yang tercatat pada kolom chat.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun