Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelestarian Situs Kuno Bukit Bulan di Sarolangun Terancam Pabrik Semen

16 Juni 2020   16:30 Diperbarui: 16 Juni 2020   16:32 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Pindi, peneliti gua kars kuno (Dok. BPCB Jambi)

Nama Bukit Bulan belum banyak dikenal orang. Paling mahasiswa pencinta alam atau petualang yang sesekali ke sini. Maklum lokasinya jauh dari kota. Mereka yang mau datang ke sana, harus berjalan kaki berkilo-kilo meter.

Namun nama Bukit Bulan cukup populer di kalangan arkeolog atau ahli purbakala. Di Bukit Bulan banyak terdapat gua yang menyimpan berbagai potensi kepurbakalaan. Tercatat ada 90-an gua di sana.

Mas Ruly dan Pak Karel (Dok. BPCB Jambi)
Mas Ruly dan Pak Karel (Dok. BPCB Jambi)
Kars 

Bukit Bulan adalah sebuah kawasan di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Luas wilayahnya mencapai 250 hektar dan diapit perbukitan kars. Meskipun terpencil, karena memerlukan waktu beberapa jam dari pusat kota, ada banyak pesona di sana.  

Pesona gua itulah yang didiskusikan secara daring pada Selasa, 16 Juni 2020. Acara itu terlaksana berkat gotong royong Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, Balai Arkeologi (Balar) Sumatera Selatan, dan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Daerah Sumatera Bagian Selatan. Sebagai pembicara Mas M. Ruly Fauzi (Balar Sumatera Selatan), Pak Pindi Setiawan (Dosen FSRD ITB), dan Pak Karel Ibu Suratno (Dinas ESDM Provinsi Jambi), dengan pemantik Mas Sigit Eko Prasetyo.

Mas Ruly selama empat tahun, yakni 2015-2019, melakukan riset arkeologi di sana. Dari survei terhadap 82 lokasi, diketahui 20 di antaranya merupakan situs hunian. Sementara pada ekskavasi 2018-2019 ditemukan 46.271 spesimen berupa tulang hewan, sisa tumbuhan, dan gambar cadas.   

Salah satu situs yang cukup populer adalah Gua Mesiu. Warga sekitar percaya bahwa gua itu dulu digunakan sebagai tempat menyimpan bubuk mesiu selama zaman penjajahan Belanda. Posisinya berada di ketinggian 260 mdpl, tepat di kaki Bukit Rajo, Dusun Napal Melintang. Jaraknya sekitar 30 meter dari pinggir Sungai Ketari. Untuk itulah Gua Mesiu diekskavasi karena biasanya manusia purba bermukim di gua. Apalagi di dekatnya ada sungai.

"Analisis pertanggalan radiokarbon mengonfirmasi umur lapisan Neolitik dengan indikator tembikar di Gua Mesiu hingga 3800 tahun yang lalu. Lapisan budaya dari periode lebih tua di bawahnya menembus umur absolut 6600 tahun yang lalu," demikian Mas Ruly.

Kata Mas Ruly selanjutnya Bukit Bulan adalah hunian Neolitik yang ideal. Meskipun terisolir, Bukit Bulan menyediakan dataran lembah yang luas dengan sumber air yang konstan berkat fisiografi kawasan kars.

Ekskavasi di Gua Mesiu (Dok. Balar Sumsel)
Ekskavasi di Gua Mesiu (Dok. Balar Sumsel)
Gua fosil

Pak Pindi memaparkan istilah gua basah dan gua fosil. Gua basah ada airnya atau aliran sungai kecil. Gua yang kering disebut gua fosil karena banyak ditemukan fosil purba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun