Dalam masa pandemi ini banyak pekerjaan arkeologi terhambat, terutama yang melibatkan banyak orang. Istilahnya aktivitas luring, luar jaringan. Pekerjaan yang terhambat itu antara lain ekskavasi atau penggalian arkeologis. Apalagi selama beberapa bulan ini kita mengenal WFH, work from home, atau bekerja di rumah. Tagar #dirumahsaja benar-benar populer sejak pertengahan Maret 2020.
Protokol kesehatan memang membatasi ruang gerak kita, termasuk berbagai aktivitas kantor. Apalagi ada aturan jaga jarak, jangan kontak fisik, cegah kerumunan, pakai masker, dan cuci tangan. Â Namun tujuannya baik, yakni untuk memutus rantai penyebaran pandemi. Sebagai pengganti kegiatan luring, berbagai instansi menyelenggarakan kegiatan daring.
Balai Arkeologi DI Yogyakarta, yang disingkat Balar DIY atau di media sosial disebut @balarjogja, Rabu, 10 Juni 2020, menyelenggarakan Gelar Wicara Daring bertopik "Penelitian arkeologi pada era kenormalan baru". Pembicara dalam kegiatan itu Pak Sugeng Riyanto (Kepala Balar DIY) dan Ibu Mahirta (Dosen Arkeologi UGM). Sebagai moderator Pak Gunadi Kasnowihardjo dari Balar DIY. Kali ini kegiatan diadakan untuk menyambut Hari Purbakala 14 Juni.
"Coronavirus mengubah kebiasaan dan kehidupan dalam berbagai aspek: kantor memberlakukan WFH, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi melaksanakan kegiatan belajar dari rumah, warga dipaksa stay at home, dsb," demikian kata Pak Sugeng. Masa-masa ini memaksa banyak orang menggunakan media digital. Pada masa normal baru memang segala aturan diperlonggar, namun tetap saja protokol kesehatan diberlakukan.
Balar sendiri, menurut Pak Sugeng, Â mempunyai beberapa tugas, yakni penelitian arkeologi, perawatan benda bernilai budaya berskala nasional, pedayagunaan hasil penelitian arkeologi, dan publikasi hasil penelitian arkeologi.
Ekskavasi sebagai pekerjaan khas arkeologi, nanti bisa saja dilakukan. Namun syaratnya, lokasi ekskavasi adalah zona hijau. Zona hijau menunjukkan wilayah yang bebas pandemi. Syarat lain, kondisi para peneliti dan tim pendukung penelitian sehat. Juga mematuhi protokol kesehatan.
Menurut Pak Sugeng, dalam masa normal baru ini Ruang Peradaban yang ada di kantor Balar ditutup sementara. Ruang Peradaban berisi materi Rumah Peradaban. Yang jelas, kata Pak Sugeng, pihaknya tetap kerja terus dengan mewaspadai virus. "Pelajaran Covid-19 untuk arkeologi adalah semakin kaya cara dalam bekerja," katanya.
Menurut Ibu Mahirta, kegiatan Departemen Arkeologi pun ikut terhambat pandemi, terutama yang berhubungan dengan masyarakat. Praktik lapangan, misalnya, hanya dilakukan secara teoretis sistem daring. "Saat ini ada dua kegiatan lapangan yang ditunda. Soalnya penelitian yang melibatkan orang banyak tidak dizinkan pihak rektorat," kata Ibu Mahirta.
 Kegiatan pengabdian masyarakat pun tidak bisa dilakukan. Sementara kegiatan laboratorium hanya bisa untuk empat orang. Jadi kegiatan dibagi dua shift, pagi dan siang. Di antara pergantian shift ruangan dibersihkan dan diberi desinfektan.
Kalau tidak ada halangan, November 2020 kegiatan perkuliahan berjalan normal kembali.
Masyarakat awam
Banyak masyarakat awam ikut dalam kegiatan tersebut. Hal ini tentu perlu diapresiasi betapa mereka tertarik kepada arkeologi. Ini tergambar dari pertanyaan-pertanyaan mereka: Â untuk keterlibatan masyarakat dalam penelitian di lapangan apakah perlu syarat khusus meliputi latar belakang pendidikan, usia, atau hal lainnya, ataukah boleh secara umum atau tidak tergantung syarat khusus; apakah Rumah Peradaban bisa didirikan untuk SMA, bagaimana syaratnya, dan ke depan apa keterlibatan siswa SMA; Â dan bagaimana antisipasi pencurian artefak kuno mengingat ruang gerak jupel terbatas.
Pertanyaan lainnya adalah bagaimana sejauh ini perkembangan arkeologi menurut undang-undang pemajuan kebudayaan; bagaimana cara dan pendekatan yang dilakukan dalam konservasi temuan-temuan arkeologi mengingat saat ini banyak aset tersebut yang riskan disalahgunakan; bagaimana jika ada laporan temuan obyek diduga cagar budaya di era new normal ini dan bagaimana penanganan pertamanya; pada masa pandemi ini bagaimana metode penelitian dan pengumpulan data sebuah penelitian yang datanya harus diambil di lapangan; serta semenarik apa penelitian arkeologi dengan lebih menggunakan kajian pustaka dan potensi penelitian seperti apa yang akan dilakukan di masa new normal.
Kita berharap arkeologi semakin dicintai masyarakat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H