Di masa pandemi ini generasi muda pun tak mau kalah menyelenggarakan diskusi daring lewat aplikasi Zoom. Jumat, 22 Mei 2020 Komunitas Jawa Kuna Sutasoma di Kediri menggelar diskusi tentang Belajar Domestikasi Hewan dan Perburuan Masa Prasejarah dengan pembicara Faiz dan Theodorus.
Para peserta saya lihat banyak generasi muda atau generasi milenial. Mereka bukan saja kalangan arkeologi. Banyak peserta dari kalangan non-arkeologi yang memang tertarik arkeologi.
Masa lalu identik dengan penafsiran. Demikian pula dengan masa prasejarah. Pada masa ini belum ada sumber tertulis. Maka dari temuan-temuan fosillah ditafsirkan segala hal yang berhubungan dengan hewan dan makanan.
Hewan-hewan apakah yang menjadi bahan makanan manusia purba? Apakah mereka memakan bangkai? Begitulah diskusi sederhana, namun sulit menjawab hal itu. Mungkin saja ayam menjadi hewan buruan karena lebih mudah ditangkap. "Bayangkan jika manusia purba harus menangkap burung, tentu sulit," kata seorang peserta membandingkan.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan menjadi salah satu masa dalam periodesasi prasejarah. Ketika manusia belum mengenal api, kemungkinan mereka memakan langsung hewan buruan. Kalaupun diolah, paling-paling diawetkan dengan cara sederhana.
Pengolahan berkembang ketika ditemukan api. Ketika tercipta wadah dari tanah liat dan logam, hewan-hewan buruan itu mulai dimasak.
Pada intinya manusia dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari makanan untuk mempertahankan hidup. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan ekonomi harus terpenuhi. Begitu juga bertahan hidup dalam persaingan mempertahankan keutuhan keluarga dan kekuasaan wilayah.Â
Jadi manusia dibekali kemampuan untuk bertahan diri atau beradaptasi terhadap gangguan-gangguan tertentu. Unsur-unsur yang keras pada binatang hasil buruan akhirnya digunakan sebagai atribut yang menandakan status sosial sang pemburu dan peternak. Begitulah kata Nugroho Pambudi, seorang pegiat komunitas.
Pada masa prasejarah juga telah dilakukan domestikasi hewan. Hewan-hewan itu antara lain sapi, kambing, babi, dan unggas. Ada juga hewan-hewan besar seperti kuda, namun lebih digunakan sebagai kendaraan tunggangan.
Beberapa jenis tulang digunakan sebagai alat barter. Fungsinya seperti uang pada masa sekarang.
Hewan yang dimakan tentu tergantung lokasi geografis. Mereka yang hidup di dekat laut, akan memakan ikan dan kerang. Nah, soal kerang juga didiskusikan pada acara itu. Apakah langsung dimakan, apakah dimasak terlebih dulu, dan bagaimana memecahkan cangkang kerang yang keras. Selama ini tentu kita tahu di Sumatera ada yang disebut Bukit Kerang.
Soal insting menjadi bahan diskusi lain. Kalau daging hewan tertentu dianggap tidak enak, tentu tidak akan dimakan lagi. Begitulah kira-kira. Maka tidak semua jenis hewan bisa menjadi bahan konsumsi.
Diskusi di masa pandemi ternyata bisa mendekatkan yang jauh. Tentu berkat kemajuan teknologi. Para peserta diskusi daring berasal dari beberapa kota.Â
Mereka bisa saling bertatap muka, meskipun lewat layar komputer atau layar ponsel. Juga bisa langsung tanya jawab. Pengetahuan atau kegiatan yang tadinya terbatas karena hanya bisa diikuti peserta lokal, maklum jauh dan ongkos mahal, kini bisa langsung diikuti tanpa harus keluar rumah. Tentu mereka harus mendaftar terlebih dulu.
Semoga setelah pandemi usai, kegiatan interaksi dan kegiatan daring akan berjalan sejajar.*** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H