Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tanpa Informasi dari Kurator, Koleksi Museum Ibarat Barang Antik di Dalam Gudang

12 Mei 2020   14:31 Diperbarui: 13 Mei 2020   19:55 1649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi arkeologi di Museum Nasional (Foto: Museum Nasional)

Gegara si Covid, pemerintah membuat larangan berkumpul dalam jumlah banyak. Ini dalam rangka memutus persebaran virus yang sudah membunuh ribuan orang itu. 

Untuk menyiasati agar kegiatan atau program publik tetap berlangsung, maka berbagai museum menyelenggarakan kegiatan daring lewat aplikasi Zoom, youtube, dan Instagram. Kegiatan daring marak sejak April lalu. Tentu ini langkah baru untuk melibatkan berbagai kalangan, seperti dosen, mahasiswa, guru, dan pemerhati.

Kelebihan kegiatan daring adalah bisa diikuti peserta dari lokasi-lokasi yang jauh, bahkan luar kota. Seperti kegiatan "Tanya Jawab Kurator" oleh Museum Nasional, Selasa, 12 Mei 2020. Kegiatan daring bisa diikuti melalui komputer atau ponsel.

Acara ringan menyambut Hari Museum Indonesia (Dokpri)
Acara ringan menyambut Hari Museum Indonesia (Dokpri)
Menyambut Hari Museum

Menyambut Hari Museum Internasional setiap 18 Mei, Museum Nasional menyelenggarakan beberapa acara bertema "Tanya Jawab". Selain kurator, ada lagi Registrar, Konservator, Preparator, dan lain-lain. Setiap hari ada satu acara daring.

Turut hadir dalam acara perdana tadi Kepala Museum Nasional Bapak Siswanto dan dosen Museologi UI Bapak Kresno Yulianto. Pemaparan tentang kurator dilakukan oleh Ibu Nusi Lisabilla, Ibu Chandra Dewi, dan Ibu Khusna. 


Mereka adalah kurator Museum Nasional sesuai kompetensi masing-masing. Ibu Nusi di bidang etnografi, Ibu Chandra di bidang prasejarah, dan Ibu Khusna di bidang wastra.

Kepala Museum Nasional Pak Siswanto (Dokpri)
Kepala Museum Nasional Pak Siswanto (Dokpri)
Kurator

Menurut PP No. 66/2015 kurator adalah petugas teknis yang karena kompetensi keahliannya bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi. 

Museum sendiri mempunyai tiga tugas pokok di bidang pendidikan, pengkajian, dan kesenangan. Pengkajian sering kali selalu berdasarkan pada kurator, yang kadang dibantu narasumber dari luar.

Kurator dan koleksi, sebagai jantung museum, memang selalu berhubungan. Kuratorlah yang memeras keterangan dari koleksi. Informasi yang dipandang lengkap itulah yang disajikan kepada masyarakat.

Tanpa informasi, boleh dibilang koleksi ibarat barang antik di dalam gudang belaka. Hanya memuaskan hasrat si kolektor karena keindahan atau keunikan koleksi.

Acara daring hari ini (Dokpri)
Acara daring hari ini (Dokpri)
Pendidikan

Tidak ada pendidikan khusus untuk menjadi kurator. Kalau modal dasar di bidang keilmuan sudah ada, tentu harus ditambah dengan pengalaman di museum. Sedikit demi sedikit pasti bisa.

Mulai 1970-an, misalnya, Museum Nasional pernah punya kurator keramik ternama, Abu Ridho. Beliau hanya kuliah sampai tingkat III Jurusan Ilmu Purbakala dan Sejarah Kuno Indonesia. 

Namun kepakaran beliau tidak diragukan. Beliau sering menulis dan menghadiri seminar-seminar internasional. Sejumlah museum mancanegara pernah mengundang Pak Abu Ridho.

Menurut Pak Siswanto dan Pak Kresno Yulianto, Direktorat Jenderal Jenderal Kebudayaan pernah menyelenggarakan asesmen kurator. Dari kegiatan lalu, menurut Pak Kresno, ada beberapa peserta tidak lulus mungkin karena lebih cocok menjadi konservator atau edukator.

Masalah

Seorang peserta yang menjadi ASN mengungkapkan keinginannya mengikuti sertifikasi kurator. Namun masalahnya terbentur pada aturan harus pegawai museum.

Nah, inilah masalah besar pada ASN karena ada istilah naik golongan, naik jabatan, dan mutasi. Ada beberapa kasus, ASN yang pernah mengikuti S-2 Museologi dengan beasiswa pemerintah, setelah lulus malah dimutasi ke instansi lain.

Nasib kurator pun bisa jadi begitu. Seharusnya kurator adalah jabatan abadi atau seumur hidup. Kecuali kalau ia pensiun sebagai ASN.

Di mancanegara nama kurator justru lebih dikenal dari kepala museum. Kepala museum boleh berganti tapi kurator tetap menjadi profesi yang bergengsi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun