Kalau bicara Papua, barangkali yang ada di benak kita adalah noken. Noken berhubungan dengan alam karena terbuat dari serat kulit kayu, lalu dianyam menjadi semacam tas.Â
Pewarnaannya berasal dari akar tumbuhan dan buah-buahan hutan. Membawanya dikaitkan di kepala bagian depan, sehingga barang bawaan ada di belakang. Noken memiliki makna filosofis dan simbol-simbol kehidupan, wanita, kesuburan, kekeluargaan, ekonomi, kehidupan yang baik, perdamaian, dan identitas.
Selain noken, ada lagi honai. Honai adalah rumah khas suku Baliem di Wamena. Honai berasal dari kata hun yang berarti laki-laki dewasa dan ai yang berarti rumah.Â
Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut. Sebagai "genteng" Â digunakan jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela. Tujuannya untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Noken dan Honai dipamerkan dalam ajang "Ragam Budaya Papua" di Gedung Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Pameran berlangsung sejak 18 November lalu dan akan berakhir pada 18 Desember 2019. Pembukaan kegiatan dilakukan oleh Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly.
Bukan cuma noken dan honai, dalam pameran juga diinfokan persebaran Melanesia. Beberapa waktu lalu saya mendengar dari Prof. (Ris) Harry Widianto, Ras Melanesoid menurunkan masyarakat Papua dan Halmahera. Mereka lebih dulu muncul daripada masyarakat yang sekarang berada di Indonesia bagian tengah dan barat.
Patung nenek moyang, alat musik, permainan, kerajinan masyarakat, dan perahu ikut dipamerkan. Di sela-sela pameran diselenggarakan pelatihan melukis wajah, lokakarya kuliner Papua, melukis motif Papua, dan diskusi terbuka. Â
Menurut Kasubdit Diplomasi Dalam Negeri, Yayuk Sri Budi Rahayu, hadirnya Ragam Budaya Papua juga menyelaraskan dengan data yang dimiliki Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya.Â
Sepanjang 2019, terdapat 33 karya budaya Papua yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Â Sementara Noken Papua telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada 2012.
Kebetulan ada waktu, maka tadi pagi saya melihat-lihat pameran sekaligus mengikuti acara Dialog Budaya "Mengungkap Potensi Papua Melalui Lensa".Â
Pada kesempatan itu berbicara fotografer Feri Latief dan bloger Yosep Mandosir. Feri menceritakan pengalaman memotret gambar-gambar cadas pada dinding-dinding beberapa pulau di Misool dan sekitarnya. Feri sudah memotret di sana sejak 2008. Bahkan pernah masuk ke dalam beberapa gua di Papua bersama beberapa arkeolog.
Yosep berbicara sebagai bloger asal Papua. Mereka mempunyai web sendiri. Beberapa anak muda sengaja dilatih untuk mempromosikan Papua, demikian Yosep.
Masih ada beberapa kegiatan lain yang bisa diikuti secara gratis oleh masyarakat. Silakan berkunjung ke Sarinah mulai pukul 09.30. Pameran dan kegiatan berlangsung di lantai UG. Kalau belum tahu pasti, tanya saja Pak Satpam atau petugas di sana.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H