Pada awalnya nenek moyang manusia hidup di atas pohon. Dari atas pohon, mereka mulai turun ke atas tanah. Manusia mulai berjalan tegak, sebagaimana ditunjukkan oleh fosil Australopithecus dari Afrika Selatan yang bertarikh sekitar lima juta tahun. Mereka turun dari pohon karena kebutuhan makanan.
Dari evolusi ini muncul Homo erectus, yakni manusia sejati yang telah berjalan tegak atau berjalan dengan kedua kaki. Ada berbagai ciri manusia purba. Ciri yang paling menonjol adalah volume otak. Manusia yang amat sangat purba memiliki volume 450 cc, kemudian meningkat 650 cc. Sementara Homo erectus memiliki volume 1.000 cc, dan manusia modern Homo sapiens 1.200-1.400 cc. Â Kapasitas otak semakin meningkat karena mereka berpikir terus.
Begitulah hal yang terungkap dari paparan Prof. (Ris) Dr. Harry Widianto dalam diskusi Jejak Manusia Nusantara di Museum Nasional, 5 November 2019. Diskusi itu diselenggarakan oleh Majalah Historia bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain Pak Harry, berbicara Dr. Bondan Kanumoyoso dan Grace Natalie. Diskusi dipandu oleh Mbak Audrey Chandra.
Pak Harry adalah arkeolog peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta. Sebelumnya beliau menjabat Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Dalam kesempatan itu beliau menjelaskan pohon evolusi, sehingga tidak ada istilah pribumi dan nonpribumi.
Menurut Pak Harry, manusia purba berjalan tidak tentu tujuan. Maksud utama mereka tentu saja mencari makan. Dulu pada zaman es, dunia masih berupa daratan. Jadi mereka bisa berjalan ke mana saja. Teori out of Africa menafsirkan manusia purba keluar dari Afrika.
Bahkan dari Afrika bisa sampai ke Nusantara. Hal ini ditandai penemuan fosil tertua yang diidentifikasi sebagai S-17, berupa fosil tengkorak Homo erectus dari Sangiran. Temuan ini dianggap masterpiece karena terdiri atas atap tengkorak, dasar tengkorak, dan muka yang masih terkonservasi dengan baik.
Homo erectus diperkirakan punah karena letusan gunung api dan tidak bisa menyesuaikan diri dengan alam. Dibandingkan manusia purba sebelumnya, Homo erectus memiliki gigi yang lebih ramping karena makanan mulai dimasak. Demikian cerita Pak Harry.
Sekitar 70.000 tahun lalu, manusia modern atau Homo sapiens dari daratan Afrika bermigrasi ke berbagai tempat, salah satunya Nusantara. Mereka bergerak ke Indonesia timur sekarang seperti Papua dan Halmahera. Inilah ras Melanesoid.
Tidak berhenti di Nusa Tenggara, ras Mongoloid juga meninggalkan jejak di kepulauan-kepulauan Nusantara lain. Ras inilah yang menghasilkan orang-orang Indonesia bagian barat. Bahkan ras Mongoloid mencapai Madagaskar. Bukti-bukti keturunan ras Mongoloid antara lain terlihat pada kesamaan atau kemiripan kosa kata dan wajah.
Pada prinsipnya kita berasal dari satu keturunan Homo sapiens. Budaya dan tradisilah yang antara lain membedakan umat manusia. Penduduk Sunda dan Jawa, misalnya, pada prinsipnya satu keturunan. Hanya bahasa dan adat-istiadat yang membedakan keduanya.
Iseng-iseng saya ingin mengetahui siapa nenek moyang saya. Ternyata saya berasal dari campuran lima ras. Hohoho...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H