Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bus Surat dan Telepon Umum Pernah Populer

2 November 2019   15:50 Diperbarui: 2 November 2019   16:10 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartu telepon, bisa untuk interlokal (Dokpri)

Soalnya ada guyonan di masyarakat bahwa nomor telepon saya adalah 325-650, artinya 3 menit 25 rupiah, 6 menit 50 rupiah.

Kemungkinan telepon umum koin diperkenalkan pada 1981. Waktu itu di kampus saya dipasang telepon umum dengan kotak transparan. Jadi si penelepon harus masuk ke dalam kotak berpintu. Kemudian ada bentuk lain telepon umum, yakni berdiri di atas tiang besi dan menempel pada dinding.

Pada 1988 mulai digunakan telepon kartu. Nah, bedanya telepon kartu bisa digunakan untuk interlokal. Saya mulai menggunakan telepon kartu pada 1992 untuk mengabarkan kepada keluarga bahwa saya telah tiba di tempat tujuan.

Telepon umum kartu (Dokpri)
Telepon umum kartu (Dokpri)
Telepon umum koin dan telepon umum kartu sering digunakan masyarakat hingga sekitar awal 2000. Ketika itu banyak bermunculan wartel atau warung telekomunikasi. Masyarakat pengguna wartel bisa menelepon secara lokal dan interlokal. Tarifnya ditentukan belakangan berdasarkan lama pemakaian.

Akhirnya telepon umum dan wartel pun tidak mampu melawan kedahsyatan ponsel atau HP. Apalagi semakin hari harga HP semakin murah.

Kini sisa-sisa telepon umum masih bisa diidentifikasi. Foto di atas saya ambil beberapa tahun lalu di daerah Glodok, entah apakah sekarang masih ada. 

Di dekat rumah saya masih ada sisa-sisa tiang dan kotak telepon umum. Namun sekarang menjadi tempat jaket dan helm milik tukang ojek. Maklum dekat situ memang ada ojek pangkalan.

Begitulah cerita tentang bis surat dan telepon umum yang pernah jaya. Sekarang susah sekali melihat keduanya, kecuali dalam bentuk foto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun