Soalnya ada guyonan di masyarakat bahwa nomor telepon saya adalah 325-650, artinya 3 menit 25 rupiah, 6 menit 50 rupiah.
Kemungkinan telepon umum koin diperkenalkan pada 1981. Waktu itu di kampus saya dipasang telepon umum dengan kotak transparan. Jadi si penelepon harus masuk ke dalam kotak berpintu. Kemudian ada bentuk lain telepon umum, yakni berdiri di atas tiang besi dan menempel pada dinding.
Pada 1988 mulai digunakan telepon kartu. Nah, bedanya telepon kartu bisa digunakan untuk interlokal. Saya mulai menggunakan telepon kartu pada 1992 untuk mengabarkan kepada keluarga bahwa saya telah tiba di tempat tujuan.
Akhirnya telepon umum dan wartel pun tidak mampu melawan kedahsyatan ponsel atau HP. Apalagi semakin hari harga HP semakin murah.
Kini sisa-sisa telepon umum masih bisa diidentifikasi. Foto di atas saya ambil beberapa tahun lalu di daerah Glodok, entah apakah sekarang masih ada.Â
Di dekat rumah saya masih ada sisa-sisa tiang dan kotak telepon umum. Namun sekarang menjadi tempat jaket dan helm milik tukang ojek. Maklum dekat situ memang ada ojek pangkalan.
Begitulah cerita tentang bis surat dan telepon umum yang pernah jaya. Sekarang susah sekali melihat keduanya, kecuali dalam bentuk foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H