Diskusi bulanan kembali digelar oleh Asosiasi Museum DKI Jakarta "Paramita Jaya". Kegiatan itu diadakan di Marine Heritage Gallery (MHG) atau Galeri Warisan Maritim---untuk singkatnya kita sebut saja Galeri Maritim---milik  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Gedung Mina Bahari IV lantai 2 di kawasan Gambir. Gedung Mina Bahari IV terletak di Jalan Batu, berdekatan dengan kompleks KKP di Jalan Medan Merdeka Timur.
Diskusi mengambil tema "Mengolah informasi dalam tata pamer museum: menarik atau edukatif?" dengan narasumber Pak Punto Argari Sidarto dan Ibu Nusi Lisabilla Estudiantin. Bertindak sebagai moderator Ibu Zainab Tahir dari MHG. Sebelum diskusi Ketua Paramita Jaya, Pak Yiyok, memberikan sambutan. Selanjutnya sambutan selamat datang dari pihak tuan rumah, yang diwakili Pak Rusman dari KKP.
Pelestarian
Menurut Pak Punto fungsi museum terbagi dua, yakni pelestarian warisan budaya dan/atau alam serta komunikasi publik. Termasuk ke dalam komunikasi publik adalah tata pamer museum. Pameran di museum, kata Pak Punto, adalah media komunikasi visual antara (misi) museum dengan pengunjung museum.
Dijelaskan pula soal tata pamer museum, yang diklasifikasikan menjadi tiga, sesuai jenis pameran. Ketiga jenis pameran yang dikenal museum adalah pameran tetap, pameran semi temporer, dan pameran temporer.
Selanjutnya Pak Punto menjelaskan sajian koleksi. Ada beberapa sifat sajian koleksi, yakni evokatif, informatif, interaktif, estetis, dan dekoratif. Sajian koleksi umumnya berbentuk cetak. Namun untuk masa kini dibuat visualisasi dan digital elektronik. "Beberapa sajian dapat ditampilkan secara bersamaan atau sajian gabungan," kata Pak Punto.
Ada sejumlah tahapan agar sajian itu menarik. Dalam tahap perencanaan dibuat naskah akademik dan alur kisah. Dalam tahap perancangan dibuat gambar teknis dan matriks tata pamer. Â "Matriks Tata-Pamer adalah skema penyajian yang menyatukan berbagai jenis sajian maupun unsur sajian, ruang pamer, topik dan sub-topik, perangkat penyajian, koleksi, muatan informatif, sajian evokatif, dll," demikian Pak Punto. Ia menambahkan, semakin rinci matriks tata-pamer, akan semakin memudahkan proses kerja penataan.
Nah, yang perlu kita perhatikan, museum adalah lembaga terbuka untuk seluruh masyarakat, sehingga sasaran komunikasi pun sangat luas, mencakup masyarakat umum dengan rekomendasi penajaman pada kalangan anak dan remaja (pelajar) dan pengunjung khusus yang dilayani oleh pemandu. Untuk itu, kata Pak Punto, ada dua pertimbangan penting untuk melihat apakah pengunjung tertarik pada koleksi dan informasinya. Misalnya kalau keletakan koleksi rendah, apakah pengunjung membaca informasi pada label lalu berjongkok mengamati koleksi atau tidak. Optimalisasi interaksi pancaindera pengunjung juga patut dipertimbangkan. Contohnya pengunjung bisa memegang koleksi.
Pesan penting Pak Punto, penempatan bidang kerja Tata Pamer sebagai pekerjaan interior, akan mengakibatkan kesulitan dalam pengembangan Tata Pamer Museum. "Keterbatasan jumlah kurator museum adalah salah satu kendala dalam pengembangan permuseuman. Untuk itu Paramita Jaya dapat membentuk suatu Gugus Kurator untuk membantu museum-museum di DKI Jakarta," demikian Pak Punto.
Itu lagi itu lagi
Pemaparan berikutnya diberikan oleh Ibu Nusi dari Museum Nasional. Seingat saya, kalau berbicara Museum Nasional, dulu orang selalu berpandangan koleksi museum itu lagi, itu lagi. Memang selama bertahun-tahun tata pamer museum tidak pernah berubah. Ibu Nusi memaparkan tata letak museum sejak 1868, saat masih bernama Bataviaasch Genootschaap van Kunsten en Wetenschappen, hingga pasca kemerdekaan paling-paling berubah sedikit. Barulah setelah mendapatkan gedung di sebelahnya, pada 1990-an dimulai pembangunan gedung tambahan. Pak SBY sewaktu menjabat presiden pada 2007 meresmikan gedung baru. Padahal pembangunan mulai dilaksanakan pada 1996. Maklumlah anggaran dari pemerintah diberikan secara bertahap.
Menurut Ibu Nusi, ruang pameran yang ideal harus memiliki syarat-syarat  kecukupan luas (sesuai dengan kebutuhan), ketinggian ceiling di atas 4 meter, sinar (matahari) tidak berlebihan, pintu akses keluar-masuk (termasuk ketersediaan pintu darurat), ketersediaan aliran listrik, dan ketersediaan APAR (alat pemadam kebakaran). Selain itu memiliki perangkat pameran, yang terdiri atas vitrin/showcase, partisi (konstruksi), panil, mounting, base, dan lighting (tata cahaya).
Diskusi dihadiri sekitar 80 orang, perwakilan dari museum, komunitas, mahasiswa, dan pemerhati. Menurut saya, tata pamer museum jelas harus menarik dan (bukan atau) edukatif. Setelah diskusi peserta melihat-lihat koleksi di MHG. Sebagian besar berupa benda-benda kuno, khususnya keramik, yang berasal dari kapal kargo kuno yang tenggelam di perairan Nusantara beberapa abad lampau. Soal MHG saya pernah nulis di sini.. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H