Kamis, 19 September 2019, seusai mengikuti acara di Museum Kepresidenan RI Balai Kirti di Bogor, saya segera menyeberang jalan. Tujuan saya adalah Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia atau populer disebut Munasain.Â
Museum ini terletak di Jalan H. Juanda Nomor 22-24, jadi hanya berjarak selemparan batu dari Balai Kirti.
Terakhir saya ke museum ini pada 22 Januari 2018. Ketika itu hanya bagian bawah yang dibuka untuk pengunjung. Masuknya pun harus lewat sisi kanan. Bagian-bagian lain masih tertutup untuk umum karena masih dalam tahap revitalisasi, istilah awamnya renovasi. [Lihat tulisan saya DI SINI]
Munasain diresmikan pada 18 Mei 2016. Sebelumnya bernama Museum Etnobotani Indonesia yang dicetuskan pada 1962. Revitalisasi museum didukung oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kemdikbud.
Kemarin, saya langsung masuk dari bagian muka. Jadi tidak lagi memutar seperti tahun lalu. Di lantai 1 itu berisi tentang sejarah geologi, geografi, dan biogeografi Indonesia. Ada juga tentang evolusi kehidupan  manusia serta evolusi dan diversitas kehidupan biotanya.
Begitu masuk ada cerita tentang Kebun Raya Bogor. Nah, saya dengar wacana KRB diusulkan menjadi warisan dunia. Ada cerita tentang Rumphius. Ia seorang naturalis yang membukukan keanekaragaman hayati Indonesia pertama. Bayangkan, orang asing saja tertarik Nusantara waktu itu.Â
Begitu kayanya kita. Ada yang unik dari panel informasi tentang Rumphius ini. Di lantai terpajang sejumlah hasil bumi Indonesia. Di atasnya terdapat kaca tebal, yang tidak akan membahayakan apabila diinjak pengunjung. Jarang sekali koleksi museum dipajang seperti ini.
Koleksi Munasain sekitar 2.000 nomor koleksi. Koleksi-koleksi itu berasal dari seluruh Nusantara. Ada bunga bangkai lengkap dengan ceritanya.Â
Ada pula berbagai artefak yang terdiri atas tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, serta alat perlengkapan bertani, berburu, dan meramu.