Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Warisan Literasi Bapak Prasejarah Indonesia Itu Harus Diselamatkan

11 September 2019   22:30 Diperbarui: 17 September 2019   20:31 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daya ingat arkeolog kelahiran 1940 itu masih oke loh. "Yang tahu banyak Bintarti," kata Pak Dirman. Sayang Bu Bintarti sudah meninggal beberapa waktu lalu. Diperkirakan aset Jajasan Purbakala, ataupun nama penggantinya, masih ada. Entah bagaimana melacaknya.

Deretan disertasi di bawah bimbingan Pak Jono (Dokpri)
Deretan disertasi di bawah bimbingan Pak Jono (Dokpri)
Gedung arkeologi
Pak Jono selalu memperhatikan dunia arkeologi. Sekitar 1982 saya pernah dipanggil ke kantor beliau di Jalan Cilacap. "Buletin Romantika Arkeologia itu sebenarnya bagus. 

Cuma kalau membaca mata saya suka sakit. Apa sih kekurangan kalian," begitu kata Pak Jono kepada saya Berthold, Djarot, dan entah siapa lagi. 

Akhirnya untuk penerbitan buletin Romantika Arkeologia selanjutnya, kami mendapat bantuan kertas duplikator, stencil sheet, tinta, dan correcting fluid. Ketika sudah pindah ke Jalan Condet Pejaten, bantuan dari Pak Jono tetap berjalan.

Melihat teman-temannya berdesak-desakan ketika mengajar dan berkomunikasi dengan mahasiswa, di kampus Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Pak Jono membantu pembangunan Gedung Arkeologi. Sayang gedung itu cuma dipakai pada 1983-1987 karena kemudian kampus UI pindah ke Depok.

Pak Jono mendapat gelar doktor pada 1977 dan dikukuhkan sebagai guru besar pada 2005. Saya berharap warisan Pak Jono menular kepada arkeolog-arkeolog masa kini. Literasi secara fisik masih tetap diperlukan, meskipun sudah marak literasi digital.

Kepeduliannya patut dicontoh. Keintelektualannya pantas ditiru. Literasi tidak hanya tergantung pada publikasi baru. Publikasi lama tetap menjadi bahan perbandingan. Warisan literasi itu harus selamat untuk diturunkan kepada generasi penerus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun