Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warisan Kerajaan Majapahit dari Abad ke-14 untuk Bangsa Kita

30 Agustus 2019   12:02 Diperbarui: 30 Agustus 2019   12:15 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskavasi arkeologi di Trowulan harus berpacu dengan pembuat batu (Foto: Watty Yusman)

Siapa tidak kenal kerajaan Majapahit sih? Kerajaan ini pernah berjaya di Nusantara dan beberapa negara Asia Tenggara sekarang. Bahkan Majapahit berhasil mewariskan harta yang sangat bernilai untuk bangsa ini, yakni rumusan semboyan Bhinneka Tunggal Ika serta simbol lambang negara, Garuda Pancasila. Juga dewan menteri yang disebut Bhatara Saptaprabhu, pasukan elit Bhayangkara, dan armada laut yang kuat. Belum lagi Sumpah Amukti Palapa.

Adanya penegak hukum, juga dikenal pada masa Majapahit dengan sebutan dharmmadhyaksa. Nah, inilah asal kata jaksa sekarang. Dulu ada dharmmadhyaksa untuk agama Hindu dan agama Buddha. Masing-masing hidup berdampingan karena toleransi antarmasyarakat begitu kuat. Salah satu buktinya ada candi yang bersifat Hindu-Buddha.

Kerajaan Majapahit meninggalkan undang-undang. Namun tidak urung Majapahit juga di-bully. Pernah dengar kan, kata orang-orang yang asal njeplak bahwa Maj Apahit dengan mahapatihnya Gaj Ahmada merupakan kerajaan Islam? Percaya gak dengan pendapat orang-orang demikian?

Para peserta seminar (Dokpri)
Para peserta seminar (Dokpri)

Seminar nasional

Kejayaan Majapahit mencapai puncak keemasan pada abad ke-14. Hebat karena kekuatan maritim di laut. Hebat karena surplus pertanian. Ketika itu Majapahit sangat disegani di wilayah Asia.

Kebesaran Majapahit pernah menginspirasi Presiden Sukarno ketika meresmikan Institut Angkatan Laut pada 1953. Nilai-nilai kebangsaan yang telah ditanam dan dibangun pada masa kerajaan Majapahit harus dibangkitkan kembali dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, begitu kira-kira isi pidato beliau.

Melalui semangat inilah Direktorat Sejarah Kemdikbud bekerja sama dengan Komite Seni Budaya Nusantara menyelenggarakan seminar nasional Majapahit dengan tema "Refleksi Kejayaan Negara Agraris, Maritim, dan Demokrasi Deliberatif Dahulu, Kini, dan Masa yang Akan Datang". Seminar diselenggarakan di Museum Nasional pada Kamis, 29 Agustus 2019 dari pukul 09.00 hingga pukul 17.00. Tampil delapan pembicara dengan tema berbeda-beda. Mereka berasal dari kalangan arkeolog, sejarawan, militer, pakar hukum, dan pemkab Mojokerto.   

Makalah para pembicara bisa diunduh [di sini]

Seminar nasional Majapahit dihadiri Ketua Umum Komite Sosial Budaya Nusantara Bapak Mayjen TNI (Purn) Hendardji Soepandji, Direktur Sejarah Ibu Triana Wulandari, Kepala Museum Nasional Bapak Siswanto, dan para undangan lain.  Pembukaan acara dilakukan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy.

Pak Muhadjir suka baca buku sejarah sejak kecil karena kebetulan ayahnya kepala sekolah dan langganan majalah bahasa Jawa. Menurut beliau,  problem kita dalam diskusi sejarah adalah masalah objektivitas.  Pak Muhadjir berujar, kita meneladani sejarah secara timpang, karena seperti tidak mau belajar dari sejarah konflik itu agar tidak berulang.

Sebelumnya Pak Hendardji mengharapkan nilai-nilai yang dimiliki Kerajaan Majapahit di masa lalu itu dapat menjadi inspirasi bagi seluruh komponen bangsa menghadapi tantangan masa depan untuk Indonesia yang lebih baik.

Ekskavasi arkeologi di Trowulan harus berpacu dengan pembuat batu (Foto: Watty Yusman)
Ekskavasi arkeologi di Trowulan harus berpacu dengan pembuat batu (Foto: Watty Yusman)

Kearifan lokal

Plt. Bupati Mojokerto Bapak H. Pungkasiadi  menjelaskan bagaimana upaya pemerintah daerah melestarikan kearifan lokal yang menjadi warisan Kerajaan Majapahit. Misalnya menunjang kegiatan pelestarian seni dan budaya daerah, melestarikan spirit Majapahit sebagaimana tercermin pada pakaian dinas, dan mengadopsi arsitektur Majapahit.

Para pengrajin Trowulan juga masih mempertahankan seni asli pahat patung dan pembuatan gerabah. Berbagai replika atau miniatur patung-patung kuno---baik terbuat dari batu maupun logam---banyak diproduksi untuk kepentingan wisatawan.

Saat ini Pemerintah Kabupaten Mojokerto telah menyusun rencana pembangunan taman Majapahit sekitar 11 hektar. Nantinya Trowulan akan menjadi museum terbuka.

Hasil ekskavasi arkeologi di situs Trowulan (Foto: Watty Yusman)
Hasil ekskavasi arkeologi di situs Trowulan (Foto: Watty Yusman)

Trowulan

Pemaparan pemakalah lain langsung saja lihat aslinya yah, sebagaimana saya sertakan link di atas. Sekarang saya ingin bercerita sedikit bahwa nama Trowulan sudah lama disebut-sebut. Menurut informasi yang saya baca, sejak 1960-an sudah terjadi pengrusakan besar-besaran di sana. Maklum masalah perut. Di kawasan Trowulan ini terdapat banyak kepurbakalaan yang berbahan bata merah. Nah, karena tidak memiliki keterampilan lain, para penduduk membuat semen merah dari bata-bata yang diambil dari dalam tanah. Bata-bata ini mereka gerusi sehingga menjadi bubuk. Tentu mereka dapat upah.

Belum lama ini beberapa orang terlihat sedang mengangkuti bata-bata merah dari dalam tanah ke atas truk. Ternyata bata-bata kuno itu hendak mereka jual karena harganya lumayan. Nah karena ketahuan oleh komunitas peduli Majapahit, masalah tersebut sempat viral di media sosial.

Sebenarnya komunitas di sana sudah peduli akan keluhuran nenek moyang. Mereka sempat menyebarkan petisi untuk menggagalkan pendirian pabrik baja.

Sayang, upaya relokasi penduduk sejak 1970-an selalu gagal karena pemerintah tidak memiliki anggaran. Saat ini diperkirakan luas wilayah kerajaan Majapahit 9 km x 11 km. Di pihak lain banyak peninggalan nenek moyang masih terpendam di dalam tanah. Karena itu Pusat Penelitian Arkeologi Nasional sering kali melakukan ekskavasi di sana. Bahkan penelitian arkeologi tersebut harus meminta izin pemilik lahan atau penyewa lahan.

Masalah kepedulian jelas perlu ditanamkan agar temuan-temuan kuno tidak lari ke mancanegara. Semoga generasi milenial melek sejarah. Ayo kita ikut GEMES, Gerakan Melek Sejarah.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun